Jakarta, Gatra.com - Reformasi perizinan usaha dan regulasi merupakan salah satu agenda prioritas nasional. Untuk itu, Pemerintah terus berkomitmen memastikan bahwa pemenuhan kewajiban pendaftaran dan perizinan usaha baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah dapat dilakukan secara mudah serta memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Regulasi yang kita ciptakan itu sudah sedemikian banyaknya sehingga kita tidak pernah tahu sebenarnya regulasi itu masih perlu atau tidak, khususnya kalau kita berbicara mengenai perizinan,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso kepada Gatra.com, Rabu (18/9).
Maka dari itu, Bambang mengakui, diperlukan reformasi struktural, tidak hanya dalam menyederhanakan jumlah dan mekanisme perizinan di Indonesia, namun juga harus dibarengi dengan rasionalisasi regulasi yang saling tumpang tindih dan menghambat reformasi penyederhanaan perizinan usaha.
Selanjutnya, menurut Bambang, di banyak negara perizinan merupakan fungsi dari resiko, jika resikonya lebih besar maka aturannya harus lebih ketat.
“Tapi kalau resikonya sangat rendah, apa harus menggunakan aturan yang resikonya tinggi? Ini yang harus kita coba klasifikasikan, sehingga jangan-jangan yang resikonya rendah itu tidak perlu izin, cukup dengan memberitahu saja,” ia menambahkan.
Sebagai catatan, selama periode 2000 hingga 2015 pemerintah baik di tingkat nasional dan daerah tercatat telah menerbitkan 12.471 regulasi. Namun, Pemerintah sudah mulai mengambil langkah penyederhanaan perizinan dan regulasi selama beberapa tahun terakhir ini.
Pada tahun 2016, simplifikasi regulasi telah menghasilkan pencabutan 324 regulasi, revisi 75 regulasi, dan reformasi melalui pemberlakuan 19 regulasi sebagaimana dimandatkan Paket Kebijakan Ekonomi. Reformasi ini melibatkan 20 kementerian dan lembaga.
Tahun 2017, simplifikasi regulasi menghasilkan pencabutan 106 regulasi, revisi 91 regulasi, dan penggabungan 237 regulasi menjadi 30 regulasi. Reformasi ini melibatkan 21 kementerian dan lembaga.
Pada 2018, Pemerintah menyederhanakan persyaratan dan prosedur perizinan melalui operasionalisasi portal Online Single Submission (OSS) yang dilandasi oleh Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Usaha Terintegrasi Secara Elektronik pada Juli 2018 yang lalu.
Setelah penyederhanaan perizinan, menurutnya, pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan monitoring bagi pelaku usaha dengan regulasi yang ketat.
“Biasanya kalau sudah kasih izin itu tidak pernah lagi diperiksa, contohnya IMB. Mestinya ditanya juga setelahnya, bangunannya sesuai tidak seperti izinnya. Nah biasanya tidak demikian,” tuturnya.
Lebih lanjut, Bambang berharap agar Kementerian dan Lembaga dapat menggali lebih dalam, mana regulasi yang perlu dan mana regulasi yang tidak perlu berdasarkan resiko.
“Kalau resikonya rendah ya mungkin tidak perlu kita atur. Hanya yang beresiko tinggi yang kita atur, ditambah lagi dengan peningkatan monitoring,” ujar Bambang.
Apalagi, kata Bambang, ke depan, Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk memulai proses rasionalisasi perizinan dan regulasi dengan belajar dari pengalaman dan capaian negara-negara best practice terkait perizinan usaha dan pengaplikasian pendekatan berbasis risiko dalam mekanisme perizinan.