Jakarta, Gatra.com - Tingkat konsumsi kakao masyarakat Indonesia masih relatif rendah. Bahkan, tingkatannya hanya sekitar 0,5 Kg perkapita pertahun atau di bawah rata-rata negara lain di Asia.
Di Singapura dan Malaysia konsumsi kakao masyarakat sudah mencapai 1 Kg perkapita pertahun. Sedangkan negara eropa konsumsinya sudah mencapai lebih dari 8 Kg perkapita pertahun.
"Jadi roomnya masih besar, mungkin persoalannya para produsen ini jualnya kemahalan. Jadi jangan salahkan masyarakat, salahkan kepada produsen," kata Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto di Kemenperin, Jakarta, Selasa (17/9).
Menurutnya, harga produk coklat saat ini jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga kopi. Padahal, volume produksi dapat dinaikkan dengan adanya penurunan harga.
"Banyak startup yang dimulai dengan kopi. Nah sekarang kita dorong startup untuk coklat. Jadi kita dorong dengan berbagai kombinasi. Kita buat juga chocolate shop. Jadi ini bisa meningkatkan awareness kepada masyarakat," katanya.
Selain itu, Kemenperin lanjut Airlangga, juga melakukan berbagai upaya meningkatkan konsumsi kakao masyarakat. Salah satunya melalui edukasi di sekolah dan promosi yang di dalam maupun luar negeri.
"Selain itu meningkatkan nilai tambah dan memperkuat struktur industri di dalam negeri. Diharapkan produk kakao olahan yang sebagian besar diekspor dapat ditingkatkan juga untuk diolah di dalam negeri, menjadi produk hilir cokelat dan turunannya," katanya.