Jakarta, Gatra.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau (Kepri), pada hari ini.
"Ya, ada kegiatan di Tanjung Pinang. Penggeledahan dilakukan sejak pukul 10 tadi pagi di 2 lokasi, Kantor Dinas PU dan Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau," ujar Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Selasa (17/9).
Menurut Febri, dalam penggeledahan ini, penyidik berhasil mengamankan sejumlah dokumen terkait anggaran dalam dugaan suap dan gratifikasi yang membelit Gubernur Kepulauan Riau, tersangka Nurdin Basirun.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Gubernur Nurdin sebagai tersangka dalam kasus izin prinsip dan lokasi, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri tahun 2018/2019. Dia ditetapkan tersangka bersama-sama Edy Sofyan (EDS), Budi Hartono (BUH), dan Abu Bakar (ABK).
Kasusnya berawal sejak Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri untuk dibahas di Paripurna DPRD Kepri.
Kemudian, Abu Bakar ternyata berminat dan mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Tujuannya untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare.
Nurdin menyuruh Edy dan Budi untuk membantu Abu. Lantas Budi selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap, menyuruh Abu mengakali dengan pembangunan restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bawahnya.
Pada 30 Mei 2019, Nurdin menerima uang sebesar SG$5 ribu dan Rp45 juta. Kemudian esok harinya terbitlah izin prinsip reklamasi area seluas 10,2 hektare.
Selain itu, Nurdin selaku Gubernur juga diduga menerima gratifikasi lainnya. Indikasi penerimaan gratifikasi disangkakan kepadanya berdasarkan temuan Tim Satgas KPK saat mengamankannya di rumah dinas Gubernur.
Tim Satgas KPK menemukan sebuah tas di rumah Nurdin, berisi sejumlah uang dalam berbagai mata uang. Rinciannya, SG$43.942, US$5.303, €5, RM407, Rival500, dan Rp132,6 juta. Sejumlah uang inilah yang diduga merupakan penerimaan lain Nurdin.
Sebagai pihak yang diduga penerima suap, Nurdin, Edy, dan Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Abu Bakar disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.