Pekanbaru,Gatra.com -- Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau membuat obrolan politik menjadi tak terhindarkan. Kini, sebagian masyarakat di Kota Pekanbaru mulai membandingkan kinerja Gubernur Riau Syamsuar dengan Gubernur Riau sebelumnya Arsyadjuliandi Rahman. Bahkan dalam beberapa aksi demo, desakan agar Gubernur Riau Syamsuar mundur tak terelakkan.
Meski begitu upaya pembandingan tersebut dinilai kurang tepat. Juru bicara World Wild Foundation (WWF) area Riau, Syamsidar, mengungkapkan karhutla yang terjadi pada era kepemimpinan Syamsuar juga dilatari fenomena iklim. Katanya, minimnya karhutla di Riau dalam kurun waktu tiga tahun belakangan terbantu oleh kelembaban udara.
"Itu kan tergantung iklim juga. Dibanding tiga tahun terakhir 2016, 2017 dan 2018, iklim yang berlangsung adalah La Nina. Tapi sekarang 2019 itu yang dihadapi fenomena el Nino, fenomena ini menang terjadi empat tahun sekali," ujarnya kepada Gatra.com, Selasa (17/9).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang telah memprakirakan kondisi El Nino akan melanda sebagian kawasan di Tanah Air. Dampak dari fenomena iklim ini menimbulkan kekeringan, kondisi yang ideal untuk memicu terjadinya kebakaran.
Sambung Syamsidar, kendati musim El Nino sedang melanda Indonesia. Dampak lanjutan fenomena cuaca tersebut sejatinya bisa diredam, khususnya untuk mengantisipasi karhutla di area yang secara historis menjadi tempat karhutla. Artinya, kata Syamsidar komitmen yang kuat diperlukan.
"Jangan ketika terjadi kebakaran semua sibuk, ketika musim hujan turun semangat juga brkurang. Jadi kesannya tidak ada komitmen untuk pencegahan. "
Terpisah, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung, menduga karhutla yang terjadi di Riau merupakan ulah segelintir orang yang ingin menciptakan kegaduhan. Hal tersebut menurutnya bertujuan untuk menggerogoti citra kelapa sawit, yang kemudian berdampak pada jatuhnya harga sawit di pasaran internasional.
"Kalau hanya karena angin saya rasa tidak. Karena pola area yang terbakar itu menyebar, jika karena angin maka kawasan yang terbakar hanya sebatas kemana arah angin bertiup. Jadi saya curiga ini sengaja dibakar agar kita gaduh. Sasarannya tentu harga Sawit rontok di pasaran internasional," kilahnya.
Reporter: Febri Kurnia