Jakarta, Gatra.com - Kasus penyerangan terhadap fasilitas kilang minyak Aramco di Arab Saudi belum memberikan dampak yang signifikan pada Indonesia.
“Kejadian itu kira-kira 5,7 juta bph yang terdampak di Saudi Aramco. Kita Cuma impor 0,11 juta barel, jadi masih aman,” jelas Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/9).
Djoko menyampaikan, Indonesia hanya mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi sebanyak 110 ribu barel per har (bph). Jumlah tersebut masih terlampau jauh dibandingkan total produksi fasilitas kilang Saudi Aramco yang mencapai 13,6 juta bph.
Kilang yang terbakar akibat peristiwa tersebut, lanjut Djoko bukanlah kilang yang biasanya digunakan Saudi Aramco untuk melakukan ekspor minyak ke Indonesia.
Djoko yakin Saudi Aramco akan tetap memenuhi komitmennya terkait kerja sama ekspor minyak mentah ke negara-negara yang sudah memiliki kontrak dengan Saudi Aramco, termasuk Indonesia.
“Harusnya sih nggak ada masalah dengan negara lain yang sudah kerja sama. Sekitar 5,7 juta barel itu kan memang yang terbakar, tapi kita kan tidak dari situ,” jelas Djoko
Djoko mengatakan, pemerintah juga bisa membeli minyak mentah lain dari para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang ada di Indonesia sebagai langkah antisipasi.
Djoko menyebut pemerintah berencana membeli minyak perdana dari ExxonMobil yang berada di Blok Cepu sebesar 600 ribu barel pada 20 September mendatang.
Djoko juga tidak menampik terkait kenaikan harga minyak Brent, dari 67,10 dolar AS per barel pada Senin (16/9) menjadi 67,83 dolar AS per barel per Selasa (17/9) ini.
Terkait hal tersebut, Djoko menambahkan asumsi harga minyak tanah atau Indonesia Crude Price (ICP) di APBN 2020 masih cukup aman.
“Ini kira-kira kalau Brent, ICP-nya kurang lima. Kan naik jadi 67,83 dolar AS per barel, Angka 63 dolar AS per barel untuk 2020, masih aman,” ujar Djoko.