Jakarta, GATRAreview.com - Angin segar datang dari sektor perdagangan nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Agustus tahun ini, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar US$85,1 juta pada Agustus 2019. "Alhamdulillah, kita (Indonesia) mengalami surplus," ujar Kepala BPS, Suhariyanto kepada awak media termasuk Devi Anggraini dari GATRAReview.com dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Senin (16/9).
Suhariyanto menjelaskan bahwa surplus tersebut berasal dari kinerja ekspor dan Impor pada Januari hingga Agustus, baik dari migas dan non migas. Nilai impor Agustus 2019 tercatat mencapai US$14,20 miliar atau mengalami penurunan sebesar 15,60% dibandingkan Agustus 2018 (US$16,82 miliar). Sementara dibandingkan Juli 2019 terjadi penurunan 8,53% atau menjadi US$15,52 miliar.
Kinerja Ekspor Turun
Secara rinci, penurunan ekspor untuk migas sebesar 7,81%. Terdiri dari komoditas industri pengolahan hasil minyak sebesar 1,09%, pengadaan gas 6,71%, pertambangan seperti minyak mentah 1,06% dan gas 5,65%. Selain ekspor, penurunan juga dirasakan oleh kinerja impor pada Agustus 2019 yaitu sebesar US$14.195,2, dari US$15.518,5 atau setara dengan 8,53%.
Sedangkan untuk impor migas, total sebesar 12,75%. Terdiri dari komoditas minyak mentah 3,24%, hasil minyak 8,01%, gas 1,50%. Sedangkan, non migas 87,25%. "Ini belum sesuai yang diharapkan. Tetapi, ini menjadi sinyal positif dan akan memperbaiki neraca perdagangan ke depan," tambah Suhariyanto.
Masih Defisit
Defisit, ungkap Suharyanto masih terjadi, Nilai defisit yaitu sebesar US$1,81 pada Januari hingga Agustus 2019. "Ini merupakan tantangan yang harus dipikirkan dengan matang, dengan memperhatikan ekonomi global dan sentimen eksternal serta internal," terangnya.
Pemerintah Jangan Lengah
Sementara itu, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengimbau pemerintah untuk terus mewaspadai defisit neraca perdagangan mengingat kinerja ekspor yang masih belum mampu menambal defisit sepanjang Januari hingga Agustus 2019. Surplus neraca perdagangan pada Agustus 2018 yang sebesar US$0,085 miliar dinilai bukan akibat dari kinerja ekspor yang membaik dari bulan sebelumnya, akan tetapi karena impor Agustus 2019 yang turun dibanding Juli 2019.
"Pemerintah tidak boleh lengah dengan data surplus yang terjadi pada Agustus ini. Karena masih ada pekerjaan rumah, yakni menutupi defisit yang sangat dalam sebesar US$2,28 miliar yang terjadi pada April 2019," ucap Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta kepada Syah Deva Ammurabi dari GATRAreview.com di Jakarta, Senin (16/9).
Salah satu pemberat kinerja neraca perdagangan adalah impor non migas dari salah satu negara mitra dagang terbesar yakni Cina. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor non migas Cina pada Agustus 2019 sebesar US$3,74 miliar. Sedangkan ekspor non migas Indonesia ke negara tersebut hanya sebesar US$2,27 miliar.
Mencari Peluang Ekspor
Kondisi itu meneruskan tren neraca perdagangan Cina dengan Indonesia yang pada 2017 ke 2018 mengalami pelebaran defisit, dari US$14,16 miliar menjadi US$20,84 miliar. Hal serupa juga terjadi pada periode Januari-Juli 2019 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, terjadi defisit yang semakin dalam yakni sebesar 7,01%.
"Defisit perdagangan yang semakin melebar dengan Cina sangat disayangkan. Harusnya Indonesia bisa memanfaatkan perang dagang yang terjadi antara Cina dan Amerika Serikat. Belum lagi secara [jumlah] penduduk, pasar Cina lebih besar dari pada Indonesia. Ini seharusnya menjadi peluang pasar ekspor Indonesia," ucapnya.
Sementara itu, neraca perdagangan non migas Indonesia dengan Amerika Serikat meningkat 9,85% dari Januari-Juli 2018 ke Januari-Juli 2019. Menurutnya, angka tersebut harus tetap dijaga agar penurunan ekspor non migas yang terjadi pada 2017 ke 2018 tidak terjadi lagi. "Dengan demikian, kinerja positif neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat harus tetap dipertahankan bahkan harus ditingkatkan," katanya.
Empat Strategi
Berdasarkan keadaan-keadaan tersebut, Arif berpendapat salah satu cara untuk memperbaiki kinerja neraca perdagangan ialah dengan mempersempit neraca dagang non migas dengan Cina. Beberapa cara dapat ditempuh untuk merealisasikan strategi tersebut.
Pertama, optimalisasi penggunaan hambatan non tarif dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Kedua, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta melengkapi produk-produk eskpor tersebut dengan bahasa Mandarin, sehingga memudahkan proses ekspor. Ketiga, penerapan sertifikasi halal bagi produk ekspor.
Keempat, adanya kepastian legalitas seluruh transaksi dalam e-commerce dari negara mitra dagang. "Ini semua harus dilakukan. Supaya dengan adanya ACFTA, Indonesia juga bisa mendapatkan untung bukan sebaliknya. Pemerintah harus memiliki daya juang yang lebih agar produk-produk Indonesia bisa memasuki pasar ekspor yang lebih luas," pungkasnya.
Editor : Sujud Dwi Pratisto