Jakarta, Gatra.com - Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto bersedia menjawab pertanyaan wartawan seputar posisi PDIP di tengah kerasnya pro dan kontra posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Khususnya setelah persetujuan presiden atas revisi UU KPK, terpilihnya komisioner baru, dan dilanjutkan manuver politik para komisioner KPK saat ini.
Semuanya dijelaskan Hasto secara lengkap. Yang pertama, ia berpandangan, pemberantasan dan pencegahan korupsi merupakan pekerjaan yang tidak akan pernah berhenti karena korupsi adalah kejahatan luar biasa. Namun, sebaiknya semua pihak melihat persoalan secara jernih. Khususnya menyangkut kelompok antirevisi UU KPK dengan yang menyetujuinya.
"Sebaiknya, kita melihat secara jernih terhadap pro dan kontra," kata Hasto, melalui rilis yang diterima Gatra.com, Senin (16/9).
Menurut Hasto, para pihak yang menyetujui revisi UU KPK memiliki landasan argumentasi yang kuat. Selama ini, kekuasaan para awak KPK sangat tidak terbatas. Di dalam kekuasaan yang tidak terbatas itu, bisa disalahgunakan oleh oknum di dalamnya.
Contoh yang sudah sampai ke publik adalah bocornya sprindik Anas Urbaningrum dan pelanggaran kode etik yang dilakukan mantan Ketua KPK Abraham Samad pada saat penyusunan calon menteri tahun 2014 lalu.
"(Abraham Samad, red) Mencoret beberapa nama calon menteri secara sembarangan. Tidak proper dengan vested interest. Kemudian tidak ada proses atau kritik perbaikan ke dalam yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus Samad itu," ujar Hasto.
Kata Hasto, selama ini tak pernah ada jawaban jelas dari unsur KPK terhadap berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di dalamnya. Di antara pimpinan KPK dan wadah pegawai KPK nampak dua entitas berbeda dengan kepentingannya masing-masing.
Padahal, di dalam sebuah organisasi dan manajemen, tidak boleh ada organisasi kepegawaian yang kewenangannya melampaui kewenangan Pimpinan KPK.
"Mereka yang tidak setuju revisi UU KPK, dari dalam internal KPK, seharusnya juga mampu memberikan penjelasan tehadap berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu, menjawab berbagai pertanyaan yang secara kritis disampaikan oleh masyarakat. Jadi bisa dikatakan, persetujuan untuk revisi UU KPK itu sebenarnya akibat tindakan orang yang ada di KPK sendiri. Karena ketertutupan dan tak ada penjelasan terhadap berbagai pertanyaan yang ada," katanya.
Dilanjutkan Hasto, seluruh pihak tidak perlu takut, parpol ingin agar korupsi itu menjadi lestari. Karena unsur parpol juga selalu memberikan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi. Di PDI Perjuangan, kata Hasto, pemecatan seketika diberikan kepada kader yang melakukan korupsi.
"Parpol itu juga sedih, menangis ketika ada anggota kami yang tertangkap tangan KPK. Karena itulah kami tidak henti-hentinya terus melakukan pendidikan politik, menertibkan hukuman, dan kemudian menempatkan [beberapa] kader secara selektif dengan baik. Dan sejak awal harus punya komitmen untuk antikorupsi itu," ujar Hasto.
Lanjutnya, korupsi di lingkungan politik terjadi karena budaya ketaatan hukum masyarakat Indonesia yang harus lebih diperbaiki. Kedua, terkait sistem politik liberal yang perlu dipraktikkan. Sistem itu membuat biaya politik mahal dan kerap menjadi pemicu para politisi melakukan tindakan korupsi.
"Karena itulah, kami secara konsisten terus berupaya memperbaiki dan mendukung seluruh kerja dari lembaga yang ditugaskan untuk memberantas korupsi itu," kata Pria asal Yogyakarta itu.
Lebih jauh, Hasto meminta agar yang menolak perubahan UU KPK, termasuk Forum Rektor, agar melihat juga temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di KPK. Terutama terkait indikasi berbagai penyimpangan di KPK RI.
"Dimana ada pihak-pihak tertentu yang di dalam temuan itu terbukti menggunakan uang negara itu. Dan kemudian ada [beberapa] produk hukum yang tidak memiliki kekuatan hukum. Karena itulah dari temuan BPK itu kami berpendapat justru dengan revisi undang-undang KPK ini akan memberikan kepastian hukum," beber Hasto.
"Karena kalau tidak ada revisi, maka apa yang diputuskan oleh KPK akan tidak memiliki kekuatan hukum. Itu berdasarkan dari keputusan Mahkamah Agung dan audit dari BPK dimana PP yang dipakai untuk dasar bekerjanya KPK tidak memiliki landasan hukum tersebut."
Intinya, lanjut dia, PDIP hanya berharap semuanya tidak masuk ke dalam prokontra tanpa melihat argumentasi jelas. Dan hendaknya isu KPK ini tidak dipolitisasi.