Home Ekonomi Pengamat: Ada yang Keliru dalam Konsep Ketahanan Pangan

Pengamat: Ada yang Keliru dalam Konsep Ketahanan Pangan

Jakarta, Gatra.com - Ketahanan Pangan (food security) merupakan kebutuhan dasar utama manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memeroleh pangan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia pada tahun 1996. Pertimbangan tersebut mendasari lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Namun seiring waktu ketahanan pangan Indonesia tak kunjung menemukan perubahan. Pada awal periode 1980-an, Indonesia sempat berjaya sebagai negara daulat pangan dengan keberhasilan swasembada berasnya. Indonesia saat itu sempat meraih penghargaan dari Badan Dunia untuk Pangan dan Pertanian (FAO) karena menunjukkan capaian yang gemilang dalam swasembada beras sebagai makanan pokok masyarakat.

“Ketahanan pangan akan berhasil apabila pola pikir pemerintah bisa berubah,” ujar Pengamat Pangan Wibisono kepada Gatra.com, Senin (16/9). Dirinya mengatakan sebagai kebutuhan dasar (basic needs) aspek pangan mempunyai peran yang sangat besar bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi.

Berbagai gejolak sosial dan politik terang Wibi dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu, karena ketahanan pangan merupakan salah satu ancaman perang modern. “Kondisi pangan yang kritis bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional,” ucap pria yang juga pelaku usaha organik itu.

Pangan di Indonesia menurutnya kerap diidentikkan dengan beras karena jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama. Ia berpandangan pemerintah perlu memegang kontrol dan kendali penuh atas beras sebagai wujud ketahanan pangan nasional. Kendali yang dimaksud termasuk acuan harga beras serta keseimbangan antara permintaan-pasokan.

“Pengalaman telah membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997-1998 yang berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional,” ujar Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) tersebut.

Ia menyayangkan terjadinya gempuran yang besar terhadap impor komoditas pangan seperti beras, garam, kedelai, gandum, gula mentah dan bahan pangan lainnya. Menurutnya ada kebijakan yang kurang pas dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. “Pertanyaannya siapa yang salah? kebijakan atau pola pikir menterinya?. Yang jelas keduanya keliru baik dari sisi kebijakan maupun pola pikir,” katanya.

Menurutnya kekeliruan tersebut terlihat dalam terapan kebijakan Redefinisi Pupuk dimana dalam pengelolaan tanah dan budidaya penanaman semua jenis tanaman pangan (terutama padi) seharusnya 80% menggunakan pupuk hayati yakni pupuk organik dan kompos, dan 20% menggunakan pupuk kimia terbatas. “Namun yang berlaku sebaliknya sehingga mengakibatkan tanah rusak atau tandus.”

Wibisono menyebutkan untuk mencapai ketahanan pangan perlu penguatan Community Development. Selain itu pemerintah menurutnya perlu membangun platform ketahanan pangan untuk mendapatkan database pangan yang akurat. “Inilah yang harus dilakukan pemerintah agar ketahanan pangan bisa tercapai terutama dalan mewujudkan swasembada beras yang berkelanjutan,” ucapnya.

1572