Ambon, Gatra.com- Warga Desa Rutong, Hukurila dan Leahari, Kecamatan Leitimur Selatan (Leitisel), Kota Ambon, dikejutkan dengan fenomena aneh yang terjadi di pesisir pantai tiga Desa tersebut. Ribuan ikan ditemukan mati terdampar sejak Sabtu (14/9) hingga Minggu (15/9/2019) kemarin. Hingga kini penyebab matinya berbagai jenis ikan tersebut belum diketahui pasti. Tapi Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon, Nugroho, mengaku penyebab massal kematian ikan bermacam-macam. Namun umumnya akibat penurunan kualitas air laut.
“Penyebab kematian massal ikan ini bermacam-macam, namun umumnya karena penurunan kualitas air laut hingga dalam tahap tidak bisa ditolerir oleh ikan-ikan tersebut,” kata Nugroho kepada Gatra.com, Senin (16/9/2019).
Menurutnya, penyebab penurunan kualitas air laut yang dapat mengakibatkan matinya ikan juga bermacam-macam. Diantaranya pencemaran limbah, terjadinya ledakan alga beracun, penggunaan racun penangkap ikan dan adanya upwelling atau arus naik sehingga mengurangi kadar oksigen terlarut dalam air. “Sebagai langkah cepat dalam menghadapi kasus ini, kami telah menyiapkan tim gerak cepat penangganan kematian ikan tersebut yang telah menuju lokasi pagi ini,” ujarnya.
Dikatakan, saat ini tim sedang mempersiapkan alat survei oseanografi kimia dan fisika serta geologi untuk melakukan survei dan mengambil sampel ikan serta sedimen dasar laut yang penting untuk mengetahui penyebab kematian ikan massal tersebut. “Dan selanjutnya mencari tahu langkah-langkah antisipasinya. Tim akan bergerak besok pagi-pagi sekali ke lokasi di Rutong dan Waai dan lokasi-lokasi lainnya,” terangnya.
Selain mengambil sampel, lanjut Nugroho, tim juga akan melakukan wawancara dengan masyarakat terkait pengamatan dan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh masyarakat. “Oleh karena itu kami mohon kerjasama masyarakat dan Pemda serta unsur adat dan keagamaan agar tim dapat bekerja dengan lancar dan mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya,” pintanya.
Terkait dengan isu kematian ikan itu disebabkan akan adanya bencana gempa dan tsunami, Nugroho menegaskan bahwa semuanya tidak benar. Sebab, hingga kini belum ada yang dapat meramalkan terjadinya gempa yang kemudian menyebabkan tsunami.
Adanya spekulasi yang menyatakan bahwa ikan laut dalam sangat peka dan dapat merasakan perubahan-perubahan di dalam laut, tambah Nugroho, tidaklah benar dan harus dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. “Kami menghimbau agar fenomena ini tidak dikait-kaitkan dengan spekulasi bahwa akan ada bencana gempa dan tsunami. Ini hanyalah spekulasi yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara ilmiah dan berlaku sama di semua tempat yang rawan bencana gempa dan tsunami,” tegasnya.