Home Gaya Hidup Jejak Kejayaan Gula dan Keramik di Festival Kota Klampok

Jejak Kejayaan Gula dan Keramik di Festival Kota Klampok

Banjarnegara, Gatra.com - Wilayah Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara, Jawa Tengah pernah menjadi pusat perputaran ekonomi era Hindia Belanda. Bangunan-bangunan yang tersisa, menjadi saksi bisu masa kejayaan gula dan keramik. 
 
Alasan itu pula yang menyebabkan Klampok berubah menjadi pemukiman Bangsa Eropa lebih dari 100 tahun lalu. Noni-noni dan meneer Belanda sangat mudah ditemui berbelanja di pasar atau sekadar berjalan-jalan.
 
Cerita suasana Hindia Belanda itu seakan hidup kembali pada arena Festival Kota Lama Klampok, Sabtu (14/9). Bekas perumahan Eropa yang kini menjelma jadi kantor BLKP dan rumah perorangan disterilkan dari aktifitas keseharian. Selama dua hari komplek itu dikembalikan menjadi pemukiman Eropa bergaya klasik. 
 
Pengunjung benar-benar dibawa ke era kolonial dimana Klampok masih dipenuhi orang-orang berkulit putih. Puluhan bangunan berarsitektur Belanda masih berdiri gagah di sisi kanan kiri jalan.
 
Pengunjung disambut senyum ramah gadis manis dengan gaun mewah ala noni Belanda. Mereka juga bisa diajak berfoto bersama. 
 
Puluhan stan kuliner berjejer di sepanjang jalan komplek. Sementara pedagang berpakaian adat Jawa menjajakan berbagai makanan tradisional yang jarang ditemui di era sekarang. 
 
"Acara ini temanya mengusung serba zaman dulu, termasuk budaya dan makanannya," kata Supriyanti, panitia Feskola sekaligus pemilik perusahaan keramik Usaha Karya Klampok, Sabtu (14/9).
 
Kala itu, lahan pertanian warga disewa untuk dijadikan perkebunan tebu yang membentang dari Kabupaten Banjarnegara bagian barat hingga Kecamatan Bukateja. Kemajuan industri itu menarik orang-orang Eropa datang ke Klampok untuk mencari penghidupan atau berinvestasi.
 
Menurut Supriyanti, konsep tahun ini sedikit berbeda. Feskola juga mengajak pengunjung bernostalgia setelah pabrik gula tutup. Kawasan pernah menjadi sentra pabrik keramik Meandallai yang didirikan Kandar Atmomihardjo tahun 1946. Di halaman rumah ini, panitia mencoba mendemonstrasikan pembuatan keramik dengan cara tradisional atau teknik putar kepada pengunjung.
 
"Bicara keramik di Jawa Tengah, pasti merujuknya Klampok. Kegiatan ini diharapkan mampu membangkitkan kembali industri keramik Klampok," katanya.
 
Pegiat Banjoemas History and Heritage Community, Jatmiko Wicaksono, menuturkan, pabrik gula Klampok yang dibangun sekitar tahun 1883 an merupakan pabrik terbesar di wilayah eks Karesidenan Banyumas. Lalu lintas industri semakin lancar setelah adanya perusahaan kereta api Belanda Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS). Mereka membangun rel kereta api di wilayah eks Karesidenan Banyumas dan mendorong Klampok menjadi pusat keramaian dengan industri gulanya yang maju.
 
"Sebelum ada kereta, pengiriman hasil industri menggunakan aliran Sungai Serayu. Baru 15 tahun kemudian, ada jalur kereta api," kata dosen Stikom Yogyakarta ini.
 
Dia mengatakan, warga Eropa yang bermukim mendirikan kampung Eropa di sekitar pabrik lengkap dengan berbagai fasilitas penunjang, semisal sekolah, klinik, hingga tempat ibadah atau gereja. 
 
Bekas Hollandsch Inlandsche School (HIS) setingkat pendidikan dasar yang didirikan Belanda kini menjadi kantor Polsek Purwareja Klampok. Sedangkan klinik kesehatan yang didirikan Belanda kini menjadi Rumah Sakit Emanuel Klampok.
 
Adapun komplek perumahan BLKP yang dijadikan tempat kegiatan Fesloka adalah bekas pemukiman Eropa yang dihuni administratur dan pegawai pabrik gula berkebangsaan Eropa.
 
"Kenapa saya katakan pemukiman Eropa, karena yang tinggal di situ bukan hanya orang Belanda, tapi ada juga dari Perancis, Jerman dan sebagainya yang berinvestasi disitu," katanya. 
 
Malam harinya, suasana khas tempo dulu semakin lengkap dengan kehadiran Orkes Keroncong Camelia. Mereka membawakan sejumlah lagu keroncong hingga jelang larut malam.
1033