Jakarta, Gatra.com - Tepat di Hari Demokrasi Internasional, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana mengatakan demokrasi di Indonesia bisa dirasakan 21 tahun lalu, tepatnya saat reformasi terjadi.
Namun kondisinya saat ini, menurut Arif sudah berubah. Ia menyebut survei The Economic Intellegence Unit yang menyebut demokrasi Indonesia sudah tidak penuh lagi, bahkan, peringkat demokrasinya pun menurun.
"Awalnya Indonesia di peringkat 48, sekarang turun menjadi 68. Itu lebih buruk dari Timor Leste, negara yang pisah dari Indonesia pasca reformasi. Ini ironi," kata Arif di konferensi pers dan refleksi Hari Demokrasi Internasional di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (15/9).
Arif menambahkan, negara demokrasi harusnya menegakkan supremasi hukum. Setidaknya ada empat ciri supremasi hukum.
“Pertama, pemerintahan yang dibatasi berdasarkan konstitusi. Konstitusi jadi rujukan utama ketika negara menjalani kekuasaan,” katanya.
Kedua, lanjut Arif pembagian kekuasaan ke lembaga yudikatif, eksekutif dan legislatif serta melakukan check and balances.
"Sehingga tidak ada satu lembaga itu powerful atau tidak terkontrol dan tidak abuse terhadap rakyat," terangnya.
Ketiga, Arif mengatakan rakyat bisa mengontrol negara melalui sebuah peradilan, seperti melalui peradilan tata negara, administrasi dan lainnya. Dalam poin ini, Arif menyebut rakyat yang harus bisa mengontrol kekuasaan.
Keempat, Arif menyampaikan harus ada perlindungan dan jaminan dari HAM.
Namun disayangkan, supremasi hukum di Indonesia belum berjalan dengan baik. Padahal, rakyat memiliki perangkat yang mendukung, tetapi pemerintah yang mengambil alih seluruhnya.
"Ada penekanan bahwa pemerintah itu tidak bisa membuat seenaknya sendiri seperti zaman dulu. Itu mengikat tanpa perlu didiskusikan ke masyarakat," paparnya.
Beberapa masalah yang terjadi di Indonesia, lanjut Arif, di antaranya UU yang dinilai represif dan revisi UU KPK, sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan swasta, perpu ormas yang membubarkan tanpa proses peradilan, hingga peran TNI yang masuk ke aktivitas masyarakat.
"Berbagai peraturan lahir tanpa menggunakan dan memperhatikan partisipasi publik. Padahal kunci demokrasi adalah libatan rakyat. Partisipasi rakyat adalah hal mutlak," katanya.