Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melirik pengembangan budidaya tanaman gandum di Indonesia Timur, khususnya wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua.
Pengembangan komoditas ini penting guna meningkatkan produksi dalam negeri atau nasional yang masih kurang dan juga karena semakin meningkatnya tren masyarakat masa kini mengonsumsi aneka roti dan mie.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Bambang Sugiharto, menyatakan, untuk memenuhi kebutuhan gandum ini diperlukan penyediaan varietas yang mempunyai sifat unggul dan beragam.
Menurutnya, ketersediaan plasma nutfah yang memiliki variasi besar merupakan sumber gen pendukung pembentukan varietas baru yang berdaya hasil tinggi, tahan hama penyakit, umur genjah, dan sifat lainnya.
"Prospek pertanaman gandum cukup baik karena beberapa wilayah di Indonesia cocok untuk pengembangan gandum mulai dari dataran tinggi sampai sedang, pada daerah tertentu, seperti NTT dan sebagian Papua yang memiliki iklim mikro yang cocok untuk pertanaman gandum," ujar Bambang di Jakarta, Sabtu (14/9).
Menurut data Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementan, potensi pertanaman gandum paling besar di Papua sekitar 976 ribu hektare (ha), di NTT bisa dikembangkan sampai 52 ribu ha.
"Namun demikian memang sampai saat ini kedua wilayah tersebut belum terdata hamparan gandumnya karena masih spot kecil kecil," ungkap Bambang.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Jagung dan Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Andi Muhammad Saleh, menambanhkan, meskipun tanaman gandum memiliki potensi untuk bisa dikembangkan di Indonesia, masih terdapat banyak tantangan dalam usaha pengembangannya.
Menurut Andi, salah satu kendala dalam upaya pengembangan tanaman gandum adalah terbatasnya galur-galur gandum yang cocok ditanam di Indonesia, sesuai dengan karakteristik masing-masing lahan di Indonesia.
"Jika saja lebih banyak penelitian tentang galur-galur tanaman gandum di beberapa tempat yang potensial untuk pengembangan gandum. Ke depannya semoga gandum bisa disediakan di dalam negeri dan tidak banyak yang diimpor dari luar negeri," ujarnya.
Terpisah, Kepala Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Muhammad Azrai, menegaskan, sejumlah wilayah di Indonesia mempunyai prospek bagi pengembangan gandum, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki suhu rendah pada periode tertentu. Daerah tertentu di NTT (Soe) dan Papua (Merauke) cocok untuk pengembangan gandum.
"Penelitian di beberapa daerah lainnya di Indonesia juga membuktikan bahwa gandum dataran rendah [tropis] dapat berbunga lebih cepat yakni 35 sampai 51 hari dibandingkan dengan gandum dataran tinggi 55 hingga 60 hari," kata Azrai.
Sejumlah 15 galur/varietas gandum yang dikembangkan di dataran rendah (< 400 m dpl) Merauke memberi hasil 1,3-2,4 ton per ha. Hasil tertinggi 2,4 ton per ha diperoleh pada varietas introduksi OASIS/SKAUZ//4*BCN.
"Hasil ini lebih tinggi dibandingkan varietas unggul nasional Selayar, Nias, dan Dewata dengan hasil masing-masing hanya 1,9 ton, 1,6 ton, dan 1,3 ton per hektare," ujar Azrai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor gandum dan biji meslin Indonesia dari Australia di tahun 2018 tercatat mencapai 2,41 juta ton, turun dari 2017 yang mencapai 5,10 juta ton. Australia merupakan negara penyuplai gandum terbanyak bagi pasar Indonesia.
Sementara itu, total impor gandum Indonesia pada tahun lalu mencapai 10,09 juta ton, turun dari realisasi 2017 sebanyak 11,43 juta ton. Dengan demikian, ini kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan produksi gandum dalam negeri.