Solo, Gatra.com – Minimnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan payudara membuat kanker tersebut baru terdeteksi saat pasien mengidapnya di stadium lanjut. Padahal penanganan penyakit ini bisa dilakukan dengan mudah jika terdeteksi pada stadium awal.
”Sebenarnya deteksinya bisa dilakukan para perempuan setiap bulan dengan rutin memeriksa payudara sendiri. Tiap bulan usai menstruasi, perempuan bisa melakukan pengecekan dengan Sadari (periksa payudara sendiri),” ucap dr Kristianto Yuli Yarsa saat ditemui di sela peresmian Breast Clinic RS Indriati, Solo, Sabtu (14/9).
Sayangnya mayoritas pasien memeriksakan diri saat kondisinya sudah parah. Bahkan ada pasien yang enggan berobat di stadium awal karena beberapa hal, terutama faktor psikologis.
”Memang kebanyakan mereka datang berobat di stadium lanjut. Ada yang memang baru tahu kalau menderita kanker payudara, ada pula yang memang sudah tahu tapi takut berobat. Di beberapa kasus, pasien sudah tahu ada gejala kanker, tapi dia malu dan bahkan takut berobat, atau mencoba pengobatan alternatif,” jelasnya.
Padahal saat ditangani lebih dini, kanker payudara bisa disembuhkan. Saat masih dini, pengobatan kanker lebih mudah. Payudara tidak perlu diangkat bahkan terapinya tanpa meninggalkan luka. ”Sayangnya kebanyakan pasien datang di stadium lanjut saat sudah menjalar atau bahkan saat tulangnya sudah patah,” ucapnya.
Tren penderita kanker di Indonesia bahkan berusia lebih muda dibanding penderita di Barat. Rata-rata pengidap kanker di Eropa berusia 55 tahun. Namun penelitian Kristianto di Solo dan Bali menunjukkan rata-rata penderita kanker berusia 48 tahun atau 49 tahun. Jumlahnya pun terus bertambah.
”Di dua kota ini rata-rata dalam setahun ada 150 orang yang menderita kanker payudara. Data ini semakin bertambah banyak seiring adanya fasilitas jaminan kesehatan yang disediakan pemerintah. Sebab dulu banyak pasien yang tidak mendapat penanganan medis hingga mereka meninggal,” ucapnya.
Kristianto menjelaskan, kanker payudara dipicu berbagai macam faktor. Gaya hidup dan makanan salah satu hal yang berpengaruh, tapi tidak signifikan. Faktor lain yang justru membuat orang berpeluang besar mengidap kanker payudara adalah saat mereka mengikuti program KB hormonal secara terus menerus. ”Mereka berpeluang 1,5 kali lebih besar daripada yang tidak menggunakan KB hormonal. Selain itu memang faktor genetik,” ucapnya.
Direktur RS Indriati Imelda Tandiyo menambahkan 80 persen pasien kanker payudara yang memeriksakan diri ke rumah sakit itu sudah berada di stadium lanjut. Padahal jika ditangani lebih dini peluang mereka untuk sembuh lebih besar.
”Inilah yang harusnya diperhatikan. Apalagi saat ini angka kematian oleh leh kanker payudara lebih besar dibandingkan dengan kematian karena kanker serviks,” ucapnya.