Jakarta, Gatra.com - Pengamat Hukum Syamsuddin Radjab mengatakan terkait wacana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kebijakan terhadap izin penyadapan memang perlu diubah.
Namun, izin penyadapan yang harus melalui persetujuan Dewan Pengawas KPK, yang nantinya akan dibentuk, akan menjadi masalah.
"Kendalanya, karena penyadapan adalah bagian dari proses penyidikan, maka itu lumrah," ujar Syamsuddin saat menjadi narasumber diskusi publik di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/9).
Syamsuddin mengatakan Dewan Pengawas nantinya akan menjadi lembaga nonstruktural di tubuh KPK. Dalam pengertian hukum, nonstruktural pada dasarnya memiliki sifat seperti penasihat. "Fungsional etik," singkatnya.
"Jadi dewan itu bukanlah bagian atau satu lembaga penyelidikan yang pro justisia. Di KPK sekarang ini, izin cuma ke pimpinan. Ketika itu dialihkan ke dewan, akan ada problem," tambahnya.
Problemnya adalah soal kedudukan. Mantan Ketua PBHI ini juga menjelaskan bahwa sebaiknya Dewan Pengawas nantinya masuk ke dalam struktur.
"Kalau dia non, akhirnya jadi sekadar second opinion. Bisa dilaksanakan atau tidak. Kita memaknai bahwa semua hasil pengawasannya bersifat masukan, usul, atau saran," jelasnya.
"Mandatnya sebatas dimaknai seperti penasihat KPK seperti sekarang ini," tambah Syamsuddin.
Lembaga-lembaga negara, sangat tergantung pada struktur terkait tugas dan kewenangannya.
DPR, kata Syamsuddin, jangan sampai meyakinkan perpektif publik bahwa KPK nantinya hanya diisi oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan secara politis, hanya karena anggota Dewan Pengawas nantinya dipilih juga oleh DPR.
"Jangan semua urusan negara itu sedikit-sedikit DPR yang wewenangi. Substansinya harus disesuaikan dengan KPK itu sendiri," katanya.