Jakarta, Gatra.com - Peneliti Formappi, Lucius Karius mengatakan bahwa revisi UU MD3 saat ini merupakan yang ketiga kalinya selama satu periode. Bahkan, revisi kedua masih belum sempat diaplikasikan hingga saat ini.
"Hal-hal yang direvisi pun hanya satu, soal kursi, tambah kurang kursi. Dari revisi itu, pimpinan MPR hasil pemilu 2019 kembali ke format lima kursi. Itu belum dilaksanakan malah mereka mau revisi lagi sekarang, ingin menambah pimpinan MPR jadi 10 kursi," katanya di sekretariat Formappi, Jakarta, Jumat (13/9).
Menurut Lucius, dengan berkali-kali dilakukannya revisi UU MD3 ini, menandakan tidak berkualitasnya legislasi DPR periode 2014-2019. Bahkan, buruknya kinerja legislasi DPR menimbulkan keraguan terhadap produk-produk UU yang dihasilkan.
"RUU yang sering diubah-ubah artinya RUU yang tidak berkualitas. Mereka sendiri yang merubah, mereka yang membatalkan, dan mereka yang menambahkan klausul baru," ujarnya.
Di samping itu, Lucius berpendapat, revisi UU KPK juga memiliki maksud terselubung. Ia curiga, revisi UU KPK ini akan membuat KPK sangat lemah.
"Apakah revisi UU KPK ini juga akan membuat KPK menjadi lembaga yang semakin kuat atau justru ingin mengantar KPK menuju ke kuburannya. saya kira kecurigaan kedua ini yg mendominasi," ucapnya.
Kecurigaan Lucius ini didasari adanya keputusan terkait pimpinan KPK baru yang berbarengan dengan proses revisi UU-nya. Pasalnya, pimpinan baru yang ditetapkan DPR telah banyak dikritik publik.
"Keputusan tengah malam tadi, itu sebenarnya mengkonfirmasi misi lain DPR merevisi UU KPK. Mereka sedang ingin memastikan capaian mereka dengan memilih lima komisioner yang mereka inginkan. Itu bisa diekspresikan melalui perubahan-perubahan pasal di UU KPK yang sedapat mungkin membuat KPK ini semakin lemah," jelasnya.
Selain itu, Lucius juga menyayangkan DPR periode 2019-2024 nanti sama-sama tidak bisa diharapkan. Karena, lanjutnya, lebih dari 300 orang anggota DPR lama terpilih kembali di periode berikutnya.