Home Politik Akademisi: Publik Harus Kawal Revisi UU KPK

Akademisi: Publik Harus Kawal Revisi UU KPK

Jakarta, Gatra.com - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, meminta publik agar terus mengawal proses pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berlangsung di DPR agar tidak melemahkan pemberantasan korupsi.

"Supaya pemberantasan korupsi kita di Indonesia dilakukan secara independen dan profesional atas dasar memang penegakan hukum," ujarnya dikutip dari Antara, Jumat (12/9).

Menurutnya, pengawalan perlu dilakukan agar dalam pembahasan RUU, poin-poin yang direvisi DPR dan pemerintah tetap pada koridor penguatan KPK. Pasalnya, terdapat sejumlah persoalan yang perlu mendapat perhatian serius terkait isi UU KPK, salah satunya tentang poin penyadapan.

Emrus berpendapat, pasal tindakan penyadapan harus tetap dipertahankan dalam UU KPK. Dalam pelaksanaannya, KPK tidak perlu menunggu izin dari pihak manapun, termasuk dewan pengawas.

"Tujuannya, untuk meniadakan, atau paling tidak memperkecil pengaruh berbagai kepentingan, yang boleh jadi masuk melalui pihak lain, tak terkecuali melalui oknum Dewan Pengawas," ujarnya.

"Biarlah tindakan penyadapan itu menjadi otonomi para penyidik itu sendiri," kata Emrus.

Namun, lanjut dia, apabila data penyadapan tidak memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti ke tahapan proses hukum selanjutnya, rekaman penyadapan dalam bentuk apapun harus dimusnahkan bersama berita acara.

Sedangkan data penyadapan yang bisa ditindaklanjuti ke tahap berikutnya hingga memiliki hukum tetap, harus benar-benar tersimpan dengan keamanan tinggi dan tidak boleh bocor di kemudian hari.

Emrus juga menyinggung usulan agar KPK memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3). Menurutnya, usulan itu perlu disetujui, Orang-orang yang bekerja di KPK tidak bisa lepas dari kekurangan ataupun kesalahan dalam menjalankan tugas.

"Sebagai suatu institusi sosial, yang bekerja di KPK tetap manusia biasa yang tidak lepas dari kekurangan, kesalahan, kepentingan sempit, dan perilaku mereka tidak pernah berada di ruang hampa," katanua.

Menurut emrus, terdapat kemungkinan ada situasi seseorang yang ditetapkan tersangka oleh KPK, ternyata memiliki bukti-bukti yang lemah atas perkara yang dituduhkan.

"Jika memang ditemukan ada kelemahan serta sudah teruji secara valid, jangan dipaksakan lanjut ke tahap berikutnya," katanya. Ia berharap hal tersebut dapat menjadi bahan evaluasi agar ke depan KPK bisa mengeluarkan SP3 secara independen tanpa intervensi dari pihak manapun.

185