Wellington, Gatra.com-Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengumumkan Rancangan Undang-Undang (RUU) pengendalian peredaran senjata api di Selandia Baru. RUU ini menjadi bentuk perhatian pemerintah negara ini pascaserangan teror di dua masjid Christchurch yang menewaskan 51 orang.
Lemahnya Undang-Undang Senjata Api di Selandia Baru diidentifikasi sebagai alasan utama, mengapa pelaku bisa memiliki senjata untuk membunuh orang-orang yang tengah beribadah di dua masjid untuk salat Jumat pada 15 Maret lalu.
"Memiliki senjata api adalah hak istimewa yang tidak tepat," kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pada Jumat (13/9), dilansir laman Aljazeerah.
Ardern tak menyangkal RUU itu dirilis karena insiden penembakan di Christchurch. "Serangan itu menjelaskan kelemahan dalam undang-undang di negara kita. Kami punya daya untuk memperbaikinya. Kami tidak akan menjadi pemerintah yang bertanggung jawab jika kami membiarkan mereka," ujar Ardern.
Rencananya, RUU tersebut akan dibacakan perdana pada 24 September mendatang dan mencantumkan pasal tentang pendaftaran setiap pembelian senjata, guna memantau dan melacak setiap senjata api yang beredar.
RUU ini juga memperkuat aturan tentang lisensi senjata api yang sah. Setiap individu harus memperbarui lisensi mereka setiap lima tahun. Sebelumnya, pembaruan dilakukan 10 tahun sekali.
Menurut Ardern, pemerintahannya menyiapkan lebih banyak dana untuk para penyintas insiden Christchurch. Dana itu diperuntukkan bagi kesehatan psikis dan mental mereka.
"Sangat penting bagi para penyintas, keluarga, komunitas muslim, dan masyarakat Christchurch tahu kita akan berada di sana untuk mendukung mereka secara jangka panjang," ucap Ardern.