Jakarta, Gatra.com - Polri menyebut kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Ali Kalora tinggal tersisa sembilan orang. Mereka telah dikepung oleh Satgas Tinombala di hutan di daerah Indonesia Timur.
Meski sudah terkepung di hutan, kelompok itu masih bisa berkomunikasi dan membangun jaringan ketika sedang turun gunung. Hal itu dilakukan untuk memperbanyak simpatisan kelompok itu.
"Dia bisa mengaktifkan kembali pola komunikasi dengan mereka. Itu untuk menarik para pendukung atau simpatisan yang memiliki satu ideologi, visi, dan memberikan bantuan maupun bergabung secara fisik," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (13/9).
Bantuan itu, kata Dedi, bisa berupa logistik maupun bantuan secara langsung. Terutama dalam menambah personel turun ke hutan. Sampai saat ini, Satgas Tinombala memburu sisa anggota kelompok, termasuk Ali Kalora. Personel Satgas itu tidak ditambah, melainkan hanya ditambah waktu operasinya saja.
"Satgas Tinombala tidak ditambah personelnya, cuman diperpanjang waktu operasinya. Tiga bulan pertama ini sudah dievaluasi. Kalau perlu diperpanjang, ya diperpanjang lagi sampai tiga bulan kedua, bulan Desember," ujar eks Wakapolda Kalimantan Tengah ini.
Sebelumnya, Satgas Tinombala mengultimatum Ali Kalora untuk menyerahkan diri sejak Januari 2019. Polisi dan TNI terus memburunya dengan menyebarkan foto Ali Kalora cs.
Kelompok Ali Kalora terdiri dari sepuluh orang, termasuk Ali. Namun, saat ini mereka terpecah menjadi dua kelompok. Masing-masing beranggota enam dan empat orang.
MIT bertahan hidup dengan meminta perbekalan ke masyarakat. Mereka kerap mengancam masyarakat dengan senjata api, agar bisa memberikan apa yang diminta Ali cs.
Sisa senjata yang dimiliki kelompok ini hanya berjenis revolver sebanyak dua pucuk dan satu senjata laras panjang. Pergerakan kelompok MIT terus dimonitor oleh Satgas Tinombala.