Ambon, Gatra.com- Kota Ambon indah karena teluknya. Bentangan Jembatan Merah Putih yang kini menjadi ikon kota berjuluk Manise ini, semakin mempercantik. Sayangnya, masyarakat masih menganggapnya sebagai tempat sampah raksasa.
Sampah bukan saja masih terlihat mengamabang di atas permukaan laut dan berserakan di pesisir pantai, tetapi juga ditemukan memenuhi dasar laut Teluk Ambon. Akibatnya, tiga macam ekosistem dan sejumlah biota laut langka dunia di Teluk Ambon terancam punah.
Tiga ekosistem yang berada di Teluk Ambon adalah Terumbu Karang, Palung, dan Mangrove. Sementara biota langka dunia yaitu hewan mikroskopik tak kasat mata.
"Hewan sejenis mikro ini kalau mata bagus baru bisa terlihat. Hewan ini biasanya dicari wisatawan untuk dipotret karena termasuk langka," kata Stefani. T. Salhuteru, ketua Komunitas Kalesang Pesisir Maluku atau Moluccas Coastal Care (MCC), kepada Gatra.com, Jumat (13/9/2019).
Ketua kelompok anak muda yang konsen pada masalah lingkungan ini, menganggap masyarakat Kota Ambon belum memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan mereka masih ditemukan membuang sampah langsung ke laut.
Temuan MCC terungkap, sampah masyarakat banyak masuk ke laut melalui 5 sungai besar di Kota Ambon. Diantaranya Wai Batu Merah, Wai Ruhu, Wai Tomu, Wai Batu Gajah, dan Wai Batu Gantong. Sampah juga banyak berasal dari para pedagang di Pasar Mardika, dan Rumah Tiga.
"Jadi selama ini komunitas MCC bersama LIPI, dan Fakultas Perikanan, melakukan penelitian-penelitian juga menemukan sampah paling banyak masuk ke Teluk Ambon," katanya.
Di Negeri Passo, Kecamatan Baguala, kata Stefani, merupakan kawasan yang paling tinggi ditemukan sampah di laut. Sekitar 5 meter perjalanan di pesisir pantai tersebut, pihaknya menemukan sekitar 60 jenis sampah. "Makanya kemarin kita mulai melakukan pembersihan dengan melibatkan warga sekitar," ungkap Teria, sapaan Stefani T. Salhuteru ini.
Teria mengaku kedalaman laut di Teluk Ambon kurang lebih 45 meter. Di tahun 2016, sesuai data yang diterima dari LIPI Ambon, terungkap ketebalan sampah di dasar laut itu mencapai sekitar 7 meter.
"Kalau yang di depan Laha, kemarin (Juli 2019) kami angkat sebanyak 115 Kg sampah. Ini clean up yang ke dua. Pertama 76 Kg dan kedua 39 Kg," terangnya. Di Laha, tambah dia, sampah-sampah yang diangkat tersebut telah menutup ekosistem terumbu karang dan juga biota identik di desa tersebut.
"Kalau laut di depan Laha ini biasanya orang bule (wisatawan asing) melakukan diving," terangnya. MCC berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon segera mengambil langkah cepat. Minimal menghimbau warga melalui sejumlah mikrofon yang terpasang di setiap trafficlight yang ada.
"Komunitas sudah meminta Wali Kota untuk membuat jeratan sampah di 5 pintu sungai di Kota Ambon. Namun sampai saat ini belum terealisasi," katanya. Pemkot juga diharapkan bisa bertindak tegas terhadap para pedagang di Pasar Mardika dan Rumah Tiga. Sebab, mereka masih membuang sampah di laut.
"Soalnya kami melihat masyarakat di pasar masih membuang sampah di laut. Kemarin saat kita angkat sampah sebanyak 3,5 ton di Mardika semuanya adalah sampah sayuran dan juga di Pasar Rumah Tiga," katanya.
Selain sampah pelastik yang sangat berbahaya, juga terdapat sampah logam berat yang ditemukan di Teluk Ambon. "Seperti minyak dari kapal, oli, itu juga sangat berakibat kerusakan ekosistem. Termasuk rokok. Dalam rokok ada sekitar 4.000 zat kimia. Nah Teluk ini sudah sebagai tempat sampah raksasa," katanya.
Anak muda, lanjut Teria, sangat berharap kepada orang tua untuk tidak menganggap masalah sampah ini sebagai hal yang biasa. Karena, masalah ini akan sangat merugikan masa depan generasi muda mendatang.
"Sampah pelastik sangat berbahaya. Ukurannya dari medium sampai mikro plastik. Mikro plastik memiliki ukuran dari 0,5-5 mm. Dan kalau dia masuk ke ikan dan kita mengkonsumsi maka akan jadi masalah buat kesehatan kita," ujarnya.
Selain konsen pada masalah sampah, MCC rencananya akan terus melakukan penanaman anakan tanaman mangrove untuk menyelamatkan ekosistemnya. "Kemarin kita bersama LIPI sudah tanam sekitar 220 anakan (mangrove) di Poka. Dan akan menanam sekitar 500 anakan di Lateri (kecamatan Baguala)," tandasnya.