Jakarta, Gatra.com - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) adalah upaya pembuatan regulasi yang sepenuhnya baru.
"Kalau revisi itu jati dirinya masih ada. Kayak renovasi. Jadi kalau ada acara memperbaiki rumah, jadi dipercantik. Tapi ini enggak. Tadinya satu lantai jadi dibikin berlantai-lantai, atau yang tadinya tiga lantai menjadi satu lantai. Jadi seperti buat undang-undang baru," ujarnya saat dikonfirmasi Gatra.com, Jumat (13/9).
Upaya tersebut, menurut Firman sangat tidak masuk akal. KPK selama ini kerap selalu dianggap sebagai super body. Malahan ada politisi yang menyebut KPK sebagai holy body.
Anggapan semacam itu seolah-olah memperlihatkan bahwa para politisi justru ingin mengontrol KPK. KPK sebagai lembaga antikorupsi mesti mempunyai wewenang sendiri sebagai bentuk independensi lembaga pemberantasan korupsi.
"Korupsi itu bukannya makin berkurang malah makin bertambah, kan? Tapi kalau ada elemen yang berpotensi untuk mengurangi itu, jangan dilucuti kewenangannya. Jangan dilumpuhkan, jangan juga independensinya dikurangi," imbuh Firman.
Ia menambahkan bahwa itu akan membahayakan buat bangsa Indonesia terkait korupsi. Karena koruptornya menjadi semakin leluasa. Independensi sebagai salah satu karakter KPK bisa hilang saat revisi UU KPK disahkan.