Jakarta, Gatra.com - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) dari institusi Kejaksaan, Johanis Tanak, mengatakan, setuju Undang-Undang UU KPK direvisi. Menurutnya, masih banyak aspek peraturan di KPK yang perlu direvisi.
"Saya setuju, bukan karena mau ikut-ikut DPR. Tetapi saya memang setuju. Karena memang saya melihat masih banyak yang perlu diatur tentang lembaga ini. Oleh karena itu, memang perlu direvisi," kata Tanak dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/9).
Bahkan, Tanak pun mengatakan, setuju soal beberapa poin revisi yang diajukan oleh DPR, di antaranya pembentukan Dewan Pengawasan KPK. Menurut Tanak, adanya pengawas eksternal kemungkinan besar akan lebih efektif untuk mengawasi KPK.
"Karena bisa lakukan teguran, pengawas eksternal bisa lakukan tindakan hukum. Pimpinan yang lakukan tindakan indisipliner diberi hukuman atau diserahkan ke lembaga berwenang. Ini sudah dilakukan di Kejaksaan," katanya.
Tanak juga sependapat soal usulan revisi UU KPK terkait kewenangan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) terhadap suatu perkara sebagaimana tercantum di dalam draf revisi UU KPK apabila dalam penetapan kasus terdapat kekeliruan.
"Di UU KPK diatur sebelum penyelidikan harus ada minimal 2 bukti. Perlu SP3 karena manusia tidak luput dari kesalahan, sekiranya memang semua sarjana hukum apa alasan hukum yang jelas menetapkan seseorang jadi tersangka. SP3 kalau ada kekeliruan ditetapkannya orang jadi tersangka berlarut-larut dan tidak bisa dibuktikan perlu SP3. SP3 juga bisa dihidupkan kembali jika ada bukti baru," ujarnya.
Tanak pun menyepakati usulan DPR untuk menjadikan para pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). "Kemudian berlaku prinsip-prinsip yang ada di UU ASN dan pelanggaran disiplin soal ASN terkait perbuatan yang melanggar hukum dan tidak hukum," katanya.
Sebagai informasi, sebelumnya DPR telah menggulirkan agenda revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diketahui telah mengirimkan surat keputusan presiden terkait Revisi UU KPK tersebut.
Berikut sembilan poin yang dinilai berisiko melemahkan kinerja KPK:
1. Independensi KPK terancam
2. Penyadapan dipersulit dan dibatasi
3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
4. Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi
5. Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
6. Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
7. Kewenangan Pengambilalihan perkara di Penuntutan dipangkas
8. Kewenangan-kewenangan strategis pada proses Penuntutan dihilangkan
9. Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.