Jakarta, Gatra.com - Direktur Industri Kimia Hulu, Ditjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil, Fridy Juwono memaparkan data, pada kuartal kedua tahun 2019, pertumbuhan industri kimia dan barang kimia mencapai 7,58%. Bahkan, pada 2018 lalu, kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) industri ini mencapai Rp163 triliun.
"Kalau kita lihat dari ekspornya, baru mencapai US$8,7 miliar. Namun, impornya sangat besar, sekitar US$22,9 miliar. Artinya kita masih punya gap sekitar US$13 miliar," katanya di JS Luwansa, Jakarta, Kamis (12/9).
Dalam industri petrokimia, lanjut Fridy, total impor bahan baku mencapai US$4 miliar atau sekitar 20%. Dengan adanya konversi utang Multi Years Bond (MYB) PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro Group), hal ini bisa menjadi peluang yang menjanjikan.
"Ini cukup menjanjikan untuk mengingat kita hanya bisa memenuhi 50% kebutuhan nasional. Salah satu industri olefin itu memang banyak dibutuhkan untuk barang-barang plastik," ujarnya.
Nantinya, tambah Fridy, TubanPetro diharapkan dapat memproduksi kondensat sebagai bahan baku industri kimia dan barang kimia. "TubanPetro ini kan bahan bakunya dari nafta, artinya kondensat. Jadi sebenarnya kan dalam negeri ada. Bahkan diproses oleh teman-teman dari tuban petro sebagai bahan bakar. Diharapkan bisa diproses menjadi bahan baku. Ini bisa mensubstitusi impor kita," ucapnya.
Diketahui, pemerintah dipastikan akan menjadi pemegang saham mayoritas TubanPetro melalui konversi utang MYB sebesar 95%. Bahkan, saat ini 5% saham TubanPetro juga dipegang oleh pemerintah.