Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menuturkan, nilai tambah atau hilirisasi sumber daya alam akan menopang ekonomi Indonesia di masa depan.
Apalagi, adanya peningkatan ekskalasi trade war antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok menyebabkan harga komoditas menjadi tidak kompetitif. Imbasnya pada kontribusi ekspor yang akan terus menurun.
Ia memprediksi, kondisi Indonesia pada 2045, terjadi peningkatan ekskalasi trade war antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Mesin ekonomi dunia mengalami pelambatan dunia. Jadi, ekonomi tidak bisa diramalkan satu tahun. Enam bulan aja sudah bagus. Efek perang dagang kepada Indonesia, ekspor Indonesia.
"Kita tergantung harga komoditas. Berapa puluh tahun tidak ada added value. Saat ini Indonesia menuju ke sana," kata Luhut ditemui di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Kamis (12/9).
Luhut mencontohkan, pengolahan biji nikel di Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) saat ini nilainya telah mencapai US$10 miliar dan tahun ini ekspornya mencapai US$7 milyar. Padahal, tahun lalu nilainya masih US$5 miliar.
"Jadi setiap tahun ada peningkatan. Ini kontribusinya buat negara semakin meningkat," ujarnya.
Selain itu, Luhut menambahkan, tenaga kerja yang tercipta di Morowali mencapai 35.000 dan pada tahun diprediksi meningkat menjadi 95.000. Apalagi, ini baru menyangkut hilirisasi satu komoditas saja yakni nikel.
"Di sana dilakukan dengan ramah lingkungan. Kita copy di Halmahera. Kita nanti juga pengen Timah seperti itu. Iron dan steel memberikan kontribusi. Ini baru satu item. Kita belum bicara aspal, timah, value chain lithium batere," pungkasnya.