Jambi, Gatra.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi terus memantau mutu udara pada dampak kebakaran hutan dan lahan wilayah tersebut. Pemantauan itu kemudian diolah berbagai parameter pantau menjadi Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang diupdate setiap harinya pada jam 3 sore yang berlaku selama 24 jam.
"Display-nya dapat dilihat langsung oleh masyarakat di Kantor DLH Provinsi Jambi maupun di dekat Tugu Keris di depan Kantor Wali Kota Jambi," kata Kabid Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan Provinsi Jambi, Resmansyah, Kamis (12/9).
Pengukuran ISPU didasarkan pada beberapa parameter yakni meliputi partikulat (PM10), Sulfur dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Ozon (O3), dan Nitrogen dioksida (NO2). Masing-masing parameter memiliki waktu pengukuran rata-rata berbeda. Partikulat (PM10) waktu pengukuran diambil secara berkala setiap 24 jam, Sulfur dioksida (SO2) juga 24 jam, Karbon Monoksida (CO) 8 jam, Ozon (O3) 1 jam, dan Nitrogen Dioksida (NO2) 1 jam periode pengukuran rata-rata.
Ia berujar, informasi ISPU didapatkan langsung dari alat pengukur udara atau Air Quality Monitoring System (AQMS) yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang kemudian dikelola bersama DLH Provinsi dan juga Pemerintah Kota Jambi.
"Kita hanya memiliki satu alat itu, yakni dari kementerian yang diletakkan posisinya di halaman kantor Walikota Jambi," ucapnya.
Alat ini kemudian secara real-time memberikan data kepada ke kementerian, provinsi maupun ke Kota Jambi. "Karena hanya satu alat, kita belum dapat menyampaikan data real time kepada kabupaten kota lainnya. Namun kami tetap melakukan pemantauan secara pasif," katanya.
Di balik itu, pergerakan arah angin menyebabkan fenomena kepekatan kabut asap terjadi beberapa malam terakhir di Kota Jambi dan kemudian mengakibatkan mengganggu pernapasan. Namun setelah matahari terbit keadaan udara berubah dan jarak pandang menjadi lebih baik. Kondisi udara yang kabur menyebabkan peningkatan konsentrasi partikel polutan PM10 (particullate matter). Bahkan, pada jam-jam sibuk nilai konsentrasi partikel PM10 juga bisa tinggi lantaran beban transportasi dan sampah yang dibakar dan lainnya.
"Data yang ditampilkan dalam ISPU adalah kalkulasi selama 24 jam," katanya.
Ia menjelaskan, regulasi keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 tahun 1997 terkait Standar Pencemar Udara di Indonesia (ISPU), perhitungan kadar pencemaran udara dihitung salah satunya dari konsentrasi PM10 ataupun data ISPU diperoleh dari pengoperasian Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) ambien otomatis.
Turunan Keputusan Menteri itu, yakni Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 107 tahun 1997 tanggal 21 November 1997 tentang hasil pengukuran untuk kontinyu diambil dari harga rata-rata tertinggi waktu pengukuran, ISPU disampaikan kepada masyarakat setiap 24 jam dari data rata-rata sebelumnya, waktu terakhir pengambilan data dilakukan pada jam 3 sore dan ISPU yang dilaporkan kepada masyarakat berlaku 24 jam ke depan.
"ISPU pada 11 September ini terpantau menurun dari 146 jadi 96 yakni kategori sedang," ujanya.
Kurangi Aktivitas di Luar
Meskipun ISPU menurun, Karo Humas dan Protokol Provinsi Jambi, Johansyah mengingatkan kepada seluruh masyarakat yang beraktivitas di luar rumah menggunakan masker untuk meminimalkan terjangkit penyakit. Terutama pada malam hari.
"Warga diharapkan untuk tidak membuka hutan dan lahan dengan cara membakar selama musim kemarau ini," kata Johansyah, Kamis (12/9).
Menurutnya, dampak dari kebakaran menimbulkan berbagai dampak negatif yang luar biasa. Kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, serta menimbulkan asap yang dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktivitas transportasi darat laut dan udara.
"Kemudian lebih hati-hati dengan tidak membakar sampah di lokasi yang rawan terjadi kebakaran serta membuang puntung rokok sembarangan," kata Johansyah.