Jakarta, Gatra.com -- Sejak penemuan planet ekstrasurya pertama pada 1990-an, para astronom telah membuat kemajuan luar biasa menuju penelitian planet-planet yang terletak di zona layak huni bintang-bintang mereka. Perkembangannya mengarah pada pembentukan air cair, dan perkembangan kehidupan. Demikian sciencedaily.com mewartakan, Rabu, 11 September 2019.
Hasil dari misi satelit Kepler menemukan 4000-an planet luar Tata Surya. Temuan itu hampir 2/3 dari semua exoplanet yang dikenal hingga saat ini. Uniknya, 5% hingga 20% planet seukuran Bumi, atau lebih besar sedikit dari Bumi (Bumi super) terletak di zona habitasi bintang-bintang mereka. Namun, terlepas dari kelimpahan itu, menyelidiki kondisi dan sifat atmosfer di planet-planet zona layak huni ini sangat sulit. Sehingga tetap sulit dipahami sampai sekarang.
Sebuah studi baru Profesor Björn Benneke dari Institute for Research on Exoplanets di Université de Montréal, mahasiswa doktoralnya Caroline Piaulet dan beberapa kolaborator mereka melaporkan deteksi uap air, dan bahkan mungkin awan air cair di atmosfer planet K2-18b. Planet ekstrasurya ini berukuran sembilan kali lebih besar dari Bumi kita, dan ditemukan mengorbit di zona layak huni bintang inangnya. Bintang tipe-M ini lebih kecil dan lebih dingin daripada Matahari. Tetapi karena dekatnya K2-18b dengan bintangnya, planet ini menerima jumlah energi yang hampir sama dari bintangnya seperti yang diterima Bumi dari Matahari.
Kesamaan antara planet luar Tata Surya K2-18b dan Bumi menunjukkan kepada para astronom bahwa planet ekstrasurya berpotensi memiliki siklus air, yang memungkinkan air mengembun menjadi awan, dan turun berupa air hujan. Deteksi ini dimungkinkan dengan menggabungkan delapan pengamatan transit, yaitu saat sebuah planet ekstrasurya lewat di depan bintangnya, oleh Hubble Space Telescope. Saat planet melintas di depan bintang terjadi 'kedipan' lembut yang terdeteksi oleh alat super sensitif. Nah, dari spektrum cahaya --seperti sinar yang menembus prisma akan diuraikan menjadi warna pelangi-- yang terjadi maka diketahui kandungan atmosfer planet tersebut. Salah satu kandungan di atmosfer K2-18 yang pekat adalah air.
Université de Montréal tidak asing dengan sistem K2-18 yang terletak 111 tahun cahaya. Keberadaan K2-18b pertama kali dikonfirmasi Prof. Benneke dan timnya dalam makalah 2016 menggunakan data dari Spitzer Space Telescope. Massa dan jari-jari planet ini kemudian ditentukan mantan mahasiswa Université de Montréal, dan mahasiswa Universitas PhD Toronto, Ryan Cloutier. Hasil awal yang menjanjikan ini mendorong tim iREx untuk mengumpulkan observasi tindak lanjut dari dunia yang menarik itu.
Para ilmuwan saat ini percaya bahwa gas tebalyang menyelimuti K2-18b kemungkinan mencegah timbulnya kehidupan seperti yang kita tahu di permukaan planet ini. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa bahkan planet-planet dengan massa yang relatif rendah yang karenanya lebih sulit untuk dipelajari dapat dieksplorasi menggunakan instrumen astronomi yang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir. Dengan mempelajari planet-planet yang berada di zona layak huni bintang mereka dan memiliki kondisi yang tepat untuk air cair, para astronom selangkah lebih dekat untuk secara langsung mendeteksi tanda-tanda kehidupan di luar Tata Surya.
"Ini merupakan langkah terbesar yang diambil menuju tujuan akhir kami untuk menemukan kehidupan di planet lain, membuktikan bahwa kami tidak sendirian. Berkat pengamatan kami dan model iklim planet ini, kami telah menunjukkan bahwa uap airnya dapat mengembun menjadi cairan air. Ini yang pertama, " kata Bjorn Benneke.