Yogyakarta, Gatra.com – Badan Ekonomi Kreatif mencatat musik memiliki pertumbuhan ekonomi 8 persen dan berkontribusi pada PDB ekonomi kreatif Rp4,89 triliun pada 2017 Meski pertumbuhannya tinggi, potensi ekonomi subsektor musik sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.
Hal itu dikemukakan Direktur Riset dan Pengambangan Ekonomi Kreatif Bekraf Wawan Rusiawan usai membuka Bekraf Creative Labs (BCL) Subsektor Musik di Yogyakarta, Rabu (11/9). “Pertumbuhan subsektor lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonomi kretif yang di kisaran 5 persen. Prospeknya luar biasa,” ujar Wawan.
Namun kontribusi musik ke ekonomi Rp4,89 triliun dianggap masih kecil. Kontribusi musik terhadap PDB ekonomi kreatif pada 2017 juga baru 0,49 persen.Kalah jauh dibandingkan subsector kuliner yang menyumbang 41,47 persen, fashion 17,68 persen, dan kriya 14,98 persen. Dari 10 subsektor penyumbang terbesar PDB ekonomi kreatif, musik nomor dua terbawah.
Wawan tak memungkiri hal itu. Apalagi saat Bekraf membuka pendaftaran gratis atas hak cipta dan hak kekayaan intelektual (HAKI), musisi yang mendaftarkan karyanya amat minim. “Pendaftaran hak cipta musik lewat Bekraf masih sedikit. Dari 5900 pendaftaran HAKI melalui Bekraf, 90 persen berupa merek, terutama dari subsektor kuliner,” ujarnya.
Untuk itu, subsektor musik masuk di subsektor yang mendapat prioritas pengembangan, selain aplikasi permainan serta subsektor film dan animasi. Bekraf pun berupaya mengoptimalkan kontribusi dari musik melalui sejumlah langkah. Selain sosialisasi dan pelatihan seperti BCL ini, pendaftaran hak cipta gratis dan sertifikasi karya musik, telah digelar di banyak daerah. “Kami jemput bola,” kata Wawan.
Bekraf telah melakukan digitalisasi karya musik Indonesia sepanjang tahun 1920-1980. “Ada 3000 rilisan dengan sekitar 30 ribu lagu yang digitalisasi dari vinil atau piringan hitam yang rapuh. Karya-karya ini juga menunjukkan sejarah bangsa,” tuturnya.
Bekraf juga menyiapkan bank data untuk musik bernama Portamento. Basis data ini juga terhubung keberbagai layanan musik digital. “Dari situ bisa dihitung royalti dan renumerasi untuk musisi. Ini untuk valuasi musik di era digital,” kata dia.
Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk lima daerah dengan kontrubusi besar dari ekonomi kreatifnya. Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Dinas Pariwisata DIY Wardoyo menjelaskan penyediaan makanan minuman dan akomodasi menempati posisi ketiga di produk domestik regional bruto DIY 2018. “Penyediaan itu tak lepas dari acara-acara musik yang kami gelar didestinasi wisata,” ujar Wardoyo.