Pontianak, Gatra.com - Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Sutarmidji meradang di hadapan pelaku usaha sawit saat menghadiri acara seminar peningkatan kompetensi wartawan dan humas pemerintah tentang industri kelapa sawit Indonesia, yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Dirinya menganggap selama ini industri sawit di wilayah Kalbar belum memberikan kontribusi lebih bagi masyarakat. Padahal Kalbar disebutnya sebagai penghasil CPO terbesar kedua setelah Riau.
“Masyarakat yang berada di sekitar kawasan sawit masih tertinggal dan miskin. Maka ini akan ada dampak untuk perkebunan sawit. Apalagi perusahaan dan bosnya kebanyakan di Jakarta,” ujar Sutarmidji di Hotel Golden Tulip, Jalan Teuku Umar, Pontianak, Rabu (11/9).
Baca Juga: Ada 1 Juta Ha Kebun Sawit di Hutan Primer dan Gambut
Bahkan dirinya menyesalkan anggaran ratusan miliar dihabiskan hanya untuk memperbaiki jalan yang dilalui oleh truk-truk kelapa sawit. Sehingga dirinya mempertanyakan ke mana arah dana CSR perkebunan sawit. Pasalnya, sebagaian besar daerah tertinggal ada di kawasan perkebunan kelapa sawit. Investor yang baik adalah yang bisa melihat juga investasi masyarakat di daerah itu
Dirinya berpesan jangan sampai Kalbar kaya sumber daya alam tapi miskin sumber daya manusia. Perkebunan sawit, dalam hal ini melalui asosiasi, menurutnya dapat mendirikan pusat sertifikasi tenaga kerja. Sehingga dapat menunjukkan apresiasi dan memberikan sumbangsih bagi masyarakat di sekitar perkebunan sawit.
“Jadi ke depan kemandirian dari industri sawit ini bukan hanya dari hasil CPO saja. Jangan lagi berri beasiswa sekolah, karena itu sudah ditanggung pemerintah. Tapi coba asosiasi kumpulkan dari CSR-CSR yang ada untuk bikin pusat sertifikasi tenaga kerja. Sehingga masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan perlu ini,” tuturnya.
Baca Juga: Cara Ini Dianggap Bisa Meminimalisir Karhutla
Meski begitu dirinya yakin dengan berbagai penelitian nantinya CPO bisa menggantikan sumber-sumber energi lainnya. Sehingga dirinya menilai perlunya keberlangsungan perkebunan sawit yang selaras dengan kesejahteraan masyarakat. “Jangan sampai juga misalnya minyak goreng di Kalbar malah lebih mahal dari di Jawa,” ujarnya.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Kalbar, Idwar Hanis mengakui untuk bagi hasil ekspor kelapa sawit bagi Kalbar belum mendapat manfaat yang signifikan. Hal tersebut karena kebijakan hasil ekspor tersebut masuk ke APBN. “Perlu perjuangan bersama antara pengusaha sawit dengan pemerintah Kalbar untuk APBN ini agar lebih berkontribusi untuk Kalbar,” ucapnya.
Untuk kontribusi perusahaan melalui CSR, dirinya mengakui sebenarnya sudah disalurkan oleh masing-masing perusahaan. Namun, kurangnya sinergi dengan pemerintah dalam penyaluran CSR membuatnya tidak berpengaruh besar terhadap masyarakat. Oleh karena itu, CSR akan lebih baik jika terprogram dan sistematis yang sesuai dengan keperluan pemerintah agar hasilnya betul-betul lebih nyata bagi masyarakat Kalbar.