Solo, Gatra.com – Universitas Sebelas Maret (UNS) melalui Pusat Studi Transparansi Publik dan Anti Korupsi (Pustapako) mendeklarasikan dukungan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi terhadap UU KPK dinilai menyimpan hidden agenda untuk melemahkan lembaga pemberantas suap itu.
Dosen Hukum Tata Negara UNS Agus Riewanto mengatakan revisi UU KPK sebenarnya telah diupayakan sejak 2013. Agus menilai upaya revisi kali ini memilki beberapa keganjilan, khususnya dari aspek legal drafting.
”Kalau dibaca dari mekanisme atau prosedur pembuatan peraturan perundang-undangan, semua harus melihat dari aspek bagaimana membuat peraturan,” ucap Agus dalam diskusi yang digelar Pustapako di gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS, Rabu (11/9).
Agus menyatakan ada hidden agenda atau agenda tersembunyi untuk melemahkan KPK. Dari sisi substansi, kata dia, ada 10 aspek yang berujung menghilangkan "mahkota" KPK. ”Sehingga berujung pada KPK yang kehilangan marwahnya. Mungkin ada keinginan dari DPR agar KPK kehilangan marwahnya,” ucap Agus.
Sepuluh aspek itu antara lain rencana adaya dewan pengawas yang direkrut melalui mekanisme seleksi publik. Padahal KPK sudah memiliki pengawas internal dan penasehat.
Poin selanjutnya yakni saat melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, termasuk penyadapan, KPK harus mendapat izin dari dewan pengawas. ”Poin ini sangat berbahaya, sebab mahkota KPK ini berada di penyadapan. Kalau tidak ada penyadapan, tidak bisa ada OTT (operasi tangkap tangan),” ucap Agus.
Poin ketiga mengenai terancamnya independensi KPK. Jika revisi disetujui, KPK tidak diperkenankan merekrut penyidik dan penyelidik sendiri. ”Harus mengambil penyidik dari Polri atau Kejaksaan. Bagaimana independensinya? Apalagi dalam revisi juga ada pembatasan tenggat waktu satu tahun. Kalau tidak selesai berarti hangus?” katanya.
Poin lain mengenai aturan penerbitan SP3 yang bisa sangat politis. Di samping itu ada pula aturan KPK dilarang mengangkat atau membuat kantor perwakilan daerah. ”Padahal dulu publik mewacanakan supaya KPK tidak hanya di Jakarta,” ujarnya.
Menurut Agus, disetujuinya revisi itu akan membahayakan KPK. Sebab selama ini KPK merupakan lembaga yang mengobati ketidakpercayaan publik pada kepolisian dan kejaksaan.
”Kalau melihat revisi semacam ini hanya akan membuat KPK menjadi lembaga pencegahan, bukan penindakan. Mungkin nantinya pekerjaan KPK hanya akan memberikan sosialisasi dan memberikan masukan pada kejaksaan dan kepolisian yang menindak,” ucapnya.
Ketua Pustapako UNS Kresna Bayu Sangka mengatakan pihaknya menolak dengan tegas upaya pelemahan KPK. ”Kita semua harus berupaya untuk mengawal agar KPK ini terjaga eksistensinya,” ucap Kresna.
Apalagi, menurutnya, salah satu persoalan yang membuat negara ini tidak maju adalah masalah korupsi. ”Kita harus berupaya meningkatkan taraf hidup bangsa. Sayangnya kami menilai calon pimpinan KPK banyak yang bermasalah. Tidak hanya satu, tapi banyak,” ucap Kresna.