Jakarta, Gatra.com - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) sekaligus pengacara, Lili Pintauli Siregar menyatakan dia setuju revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Lili memberi catatan revisi itu dalam rangka penguatan KPK.
"Saya belum begitu banyak baca dengan detil terhadap revisi tersebut. Kemudian kalau sebagai Pimpinan KPK akan jalankan UU. Saya sampaikan bahwa saya setuju (revisi) kalau itu untuk penguatan KPK," kata Lili dalam uji kepatutan dan kelayakan Capim KPK di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
Ada beberapa hal yang disetujui Lili untuk revisi UU KPK. Pertama, terkait Surat Penghentian Penyidikan (SP3). Lili mempertimbangkan kehidupan tersangka yang menjadi sulit dengan status tersebut, walaupun dengan SP3 kasus akan tetap bisa diproses jika ditemukan bukti di kemudian hari.
"Saya pikir ini menjawab kegelisahan mereka yang begitu lama jadi tersangka, rekening terblokir, enggak bisa keluar negeri, usaha tidak berjalan, macet bank, ini bisa menjawab karena seharusnya pemberantasan korupsi tidak bikin macet hal lain," jelasnya.
Sebagai Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selama 10 tahun, Lili memberi contoh, bahwa di LPSK pun terjadi hal serupa karena tidak adanya SP3. Banyak pihak yang mengadu adanya investasi yang macet di bank, perusahaan yang tidak berjalan hingga gaji buruh yang tidak terbayar. Menurutnya, status tersebut berdampak kepada hal atau orang lain.
Kedua, terkait Dewan Pengawas (Dewas). Lili mengatakan setuju dengan adanya Dewas, namun dengan catatan tidak merambah ke ranah teknis. "Karena teknis banget kalau saya lihat dari media, bagaimana mungkin soal perizinan itu (ditangani Dewas)," terangnya.
Selain dua hal itu, Lili memberikan rekomendasi satu poin untuk dimasukkan ke dalam UU KPK, yakni terkait pendampingan. "Ada permintaan saya, bolehkah masukan revisi? Salah satu yang berhubungan dengan pemberian perlindungan kepada saksi dan pelaku diserahkan kepada lembaga berwenang untuk itu," ungkapnya.
Lili menambahkan, KPK merupakan lembaga yang berbeda dengan lembaga lain, di satu sisi bisa menjadi trigger atau pemicu lembaga lain untuk lebih profesional. Hal itulah yang menurut Lili harus ditingkatkan, yakni membangun koordinasi dengan lembaga lain untuk melakukan pendampingan dan penguatan.
"Menurut saya Ini bukan lembaga permanen juga karena sifatnya Ad hoc, kecuali ingin dipermanenkan. Kenapa kemudian ini disebut komisioner, karena ini lembaga KPK ada soal ketidakpercayaan lembaga penegak hukum lain pascareformasi," tukasnya.