Purwokerto, Gatra.com - Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) tengah resah lantaran Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis dihentikan mulai tahun 2020. Keputusan itu akan mengganggu regenerasi atlet cabang olahraga andalan Indonesia ini.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Achmad Budiharto, masih berharap manajemen Perkumpulan Bulutangis (PB) Djarum dapat mengubah keputusan penghentian audisi umum. Sebab, anggaran pemerintah tidak mampu membiayai pembinaan atlet bulu tangkis yang selama ini telah berjalan.
"Kita mendapatkan dukungan dari masyarakat sampai trending topic untuk tetap melanjutkan audisinya. Beberapa perkumpulan bulu tangkis seperti PB Mutiara, PB Jaya Raya juga memberi dukungan. Semoga ini bisa semoga menggerakkan hati manajemen PB Djarum. Kalau betul-betul berhenti akan ada kehilangan karena perekrutan atlet menjadi terganggu," ujarnya, usai menutup Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis di Gelanggang Olah Raga (GOR) Satria Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa (10/9).
Dia mengakui, PBSI tidak memiliki kemampuan untuk menggelar kegiatan audisi. Sejauh ini, pihaknya juga belum mencari terobosan baru untuk mencari regenerasi dan pembibitan. Audisi umum, kata dia, memberikan dampak berganda seperti perputaran atlet bulu tangkis di daerah.
Menurut Budiharto bantuan pemerintah tidak mampu mencukupi biaya yang dibutuhkan PBSI untuk membangun bulutangkis. Dia mencontohkan biaya yang dibutuhkan ketika atlet mengikuti kejuaraan All England. Paling tidak, PBSI membutuhkan dana hingga dua miliar, belum termasuk biaya latihan, tiket, dan hotel.
"Duitnya dari mana? Saya sepemikiran dengan anggota DPR RI Komisi X, negara tidak memiliki biaya. Mau tidak mau pemerintah harus memberdayakan unsur swasta. Bagaimana bisa membuat audisi, membantu biaya pelatnas PBSI saja hanya sekitar 15%. Kurang lebih setiap tahun butuh Rp 100 miliar, hanya untuk pelatnas. Tahun ini PBSI mendapat bantuan Rp 14 miliar, itu karena ada Sea Games dan Olimpiade. Tidak cukup. Bisa dibayangkan ya," jelasnya.
Menurut dia, polemik antara KPAI dan PB Djarum terjadi karena perbedaan persepsi. KPAI tetap menganggap Audisi Umum sebagai cara untuk mempromosikan rokok melalui anak-anak.
Dalam pandangan PBSI, audisi murni merupakan kegiatan rekruitmen pemain. Banyak orang tua yang mengikutkan anaknya untuk diseleksi karena nama besar, sejarah dan reputasi dari PB Djarum.
Menurutnya, PBSI selalu terbuka untuk duduk bersama KPAI maupun PB Djarum. Akan tetapi, hal itu tidak akan terwujud selama kedua pihak masih bertahan pada pandangannya masing-masing.
"Saya yakin PB Djarum tidak ingin kehilangan namanya, mereka sudah 50 tahun dengan nama PB Djarum yang sudah jelas memberikan kontribusi kepada negara dan bangsa. Kalau harus diganti namanya, terbayang seperti apa. Itu kan membawa nama historisnya, ada kebanggaannya, ada reputasinya," katanya.
Sementara itu, Manajer Tim PB Djarum, Fung Permadi mengaku mendapat mandat untuk melanjutkan pembinaan atlet di PB Djarum. Sedangkan pencarian bakat dimaksimalkan untuk memantau di sejumlah turnamen serta mengefektifkan jejaring dengan sejumlah klub yang sudah bekerjasama.
"Pembinaan tetap di Kudus untuk tunggal dan di Jakarta untuk ganda. Hanya untuk audisi umum istirahat. Kita belum putuskan format baru (audisi umum)," ucapnya.
Dia mengatakan, kelemahan model pembinaan semacam ini akan berdampak pada bibit unggul yang tinggal di luar Pulau Jawa. Sebab, mereka akan membutuhkan biaya dan ongkos lebih banyak bila ingin bergabung dengan PB Djarum di Kota Kudus.
"Audisi umum lebih efektif untuk mencari bibit di seluruh tanah air dan membuka kesempatan atlet muda yang kemudian dilanjutkan dibina di PB Djarum," jelasnya.