Pekanbaru,Gatra.com - Badan Restorasi Gambut (BRG) akan menunggu hasil kerja tim lapangan menyusul terbakarnya kebun sawit milik PT Adei Plantation di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Deputi Edukasi Sosialisasi dan Kemitraan BRG, Myrna Safitri, mengatakan, saat ini tim Penegakan Hukum (Gakkum) sedang menuju lokasi untuk mengecek dampak kebakaran kebun sawit milik perusahaan asal Malaysia itu.
"Kami dapat kabar tim Gakkum sudah turun, jadi kita tunggu hasilnya saja," katanya kepada Gatra.com, Selasa (9/9).
Pada Juli lalu, BRG melakukan supervisi di lahan milik PT Adei. Supervisi itu dilakukan terkait lahan gambut seluas 6.208,19 hektar di kebun itu. Luasan itu berasal dari total luas lahan kebun PT Adei 12.781,02 hektar.
Meski supervisi dilakukan kata Myrna, BRG tetap tidak punya wewenang untuk penegakan hukuman andai kelak diketahui perusahaan sengaja membakar lahan gambut.
"Begini, kalau penegakan hukum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu bukan wewenang BRG. Kami hanya mengirim hasil rekomendasi dari supervisi yang dilakukan," katanya.
Sementara itu, kepada Gatra.com Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapangan Sawit Indonesia (Apkasindo) Ir. Gulat Medali Emas Manurung, MP berharap aparat penegak hukum bisa optimal menyikapi karhutla yang terjadi di Riau.
Sebab bagi Gulat, ada sebenarnya yang mengganjal dan pada akhirnya menjadi tanda tanya besar terkait karhutla khususnya yang mendera kebun kelapa sawit.
"Selama ini kan versinya beragam. Ada yang bilang, perusahaan membakar, lalu ada pula versi bahwa yang membakar itu petani yang sedang membuka lahan. Terus ada lagi versi ketiga; itu dibakar. Kalau versi ketiga dituduhkan pada lahan yang sudah ada tanaman sawit, logika sajalah, siapa sih yang mau membakar kebun sendiri?" Gulat bertanya.
Lalu kalau yang terbakar itu hutan belantara, tentu patut diduga ada oknum yang bermain sehingga menimbulkan kegaduhan. "Ini sengaja dibakar untuk membuat gaduh, bisa jadi. Sebab di saat pemerintah sibuk menyelesaikan masalah Papua, Kemenko Perekonomian sibuk berpacu membahas Draft Peraturan Presiden tentang Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), di saat bersamaan muncul sederet peristiwa lainnya yang gayung bersambut," kata Gulat.
Bisa saja kata Gulat, kegaduhan akibat asap ini dibuat oleh oknum tertentu untuk menarik perhatian dunia bahwa ada masalah dengan sawit Indonesia.
Gulat yakin, dengan adanya regulasi yang ketat dan keras tentang dampak hukum bagi pembakar lahan (segaja atau tidak sengaja), maka akan berpikir seribukali orang untuk sengaja membakar lahan untuk tujuan aktivitas perkebunan kelapa sawit.
"Kalau kita lihat beratnya hukuman bagi pembakar lahan, saya yakin tidak akan ada orang yang mau main-main atau berani membakar lahan. Lalu kok bisa terjadi kebakaran? Ini yang harus dikaji oleh tim Gakkum. Jika dengan sengaja membakar, saya yakin tujuannya bukan untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit, tapi ada niat lain. Karena dampak dari asap ini sangat banyak, terutama untuk aspek kesehatan," katanya.
"Saya menyarankan kepada aparat Gakkum Kehutanan untuk merubah mindset tentang kebakaran lahan yang selalu dikaitkan dengan perkebunan sawit. Coba dulu kita berpikir dari sudut pandang berbeda; sengaja dibakar untuk tujuan politik lingkungan (environmental politics). Masuk akal enggak?" kata auditor ISPO ini serius.