Yogyakarta, Gatra.com – Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) menolak rencana pemerintah menaikkan batasan produksi rokok sigaret kretek tangan (SKT) golongan 2 menjadi 3 miliar batang pada 2020. Rencana ini dianggap berpontesi menghilangkan lapangan pekerjaan bagi ribuan buruh rokok sigaret kretek tangan (SKT).
Hal ini mengemuka di diskusi 'Kebijakan Tarif Cukai Berkeadilan Ciptakan Persaingan Industri yang Sehat' yang diselenggarakan MPSI di restoran Bale Raos, Kota Yogyakarta, Selasa (10/9).
“Melalui Kementerian Keuangan, pemerintah menaikkan tingkat produksi minimal 3 miliar untuk mencapai ambang batas penetapan tarif cukai tertinggi. Tahun ini batasan produksi SKT golongan 2 hanya 2 miliar batang,” kata Ketua MPSI Joko Wahyudi.
Langkah itu dinilai menjadi celah bagi pabrikan rokok asing yang memproduksi SKT dengan menjaga tingkat produksi di bawah 3 miliar untuk membayar cukai yang lebih rendah.
Menurut Joko, kondisi itu akan menciptakan persaingan yang tidak sehat, terutama untuk segmen pasar SKT di kelas menengah dan bawah. “Perlu saya sampaikan, pabrik rokok SKT dibagi tiga golongan berdasarkan harga cukai rokok. Untuk golongan 1 wajib membeli cukai seharga Rp380 rupiah per batang, lalu golongan 2 Rp180, dan golongan 3 wajib membeli cukai seharga Rp100,” lanjut.
Dengan peningkatan batasan produksi SKT, pabrik rokok dari modal asing akan lebih fokus menggarap produk di golongan kedua. MPSI menganggap melimpahnya produksi itu akan mengancam pasar pabrik rokok SKT golongan satu dan dua yang kuenya sangat terbatas.
“Efek yang akan timbul, pasar golongan satu akan tergerus karena melimpahnya barang dan pabrik golongan tiga akan mencoba naik tingkat ke golongan dua yang harga cukainya lebih tinggi. Kondisi ini mengancam buruh rokok SKT karena pabrik di golongan satu dan tiga berpotensi tutup,” jelas Joko.
Saat ini di Jawa terdapat 38 pabrik SKT yang tergabung di MPSI dengan 40-50 ribu pekerja. Kehadiran satu mesin untuk peningkatan produksi disebut akan menghilangkan lapangan pekerjaan untuk 7.000 orang.
Penolakan juga disampaikan Ketua Komunitas Kretek Indonesia Aditia Purnomo. Baginya kebijakan ini akan mengancam rokok kretek yang berkembang di Indonesia sejak 1900-an.
“Kebijakan kenaikan cukai rokok dengan meningkatkan batasan produksi SKT perlu ditinjau soal dampak bagi penerimaan negara serta pertumbuhan industri rokok khususnya di SKT. Pemerintah harus menghadirkan keseimbangan,” katanya.