Jakarta, Gatra.com -- Benny Wenda merupakan pemimpin kemerdekaan Papua Barat, dan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Dia adalah pelobi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat. Dia tinggal di pengasingan di Inggris. Pada 2003, dia mendapat suaka politik dari pemerintah Inggris setelah kabur dari tahanan saat diadili. Dia mengangkat diri sebagai perwakilan khusus rakyat Papua di Parlemen Inggris, PBB, dan Parlemen Eropa. Pada 2017, dia diangkat sebagai Ketua ULMWP, organisasi baru yang menyatukan tiga organisasi politik utama yang berjuang untuk kemerdekaan Papua Barat.
Benny lahir pada 1975 di Desa Piramida di Lembah Baliem, di dataran tinggi tengah Papua Barat. Pada 1977, terjadi pemberontakan penduduk Lani Jaya. Pemerintah Indonesia menindak tegas makar itu yang menyebabkan banyak keluarga Benny tewas. Antara 1977 hingga 1983, Benny dan keluarganya, bersembunyi di hutan. Dia ditunjuk sebagai pemimpin oleh para tetua di sukunya. Setelah penduduk Lani Jaya menyerah, dia kuliah di Universitas Cenderawasih, Jayapura, mempelajari sosiologi.
Benny diadili pada 2002 karena memimpin demonstrasi menuntut kemerdekaan. Demonstrasi berubah menjadi kekerasan, demonstran membakar dua toko dan membunuh seorang polisi. Benny menyatakan bahwa penangkapan dan dakwaan terhadapnya bermotivasi politik. Benny kabur dari penjara saat diadili. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat dia melarikan diri melintasi perbatasan ke Papua Nugini. Dia dibantu LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik.
Pada 2011, pemerintah Indonesia meminta Interpol menangkap dan ekstradisi Benny. Namun, setelah kampanye yang dipimpin oleh Fair Trials International, pada 2012 Interpol menghapus red notice atas nama Benny. Interpol menyimpulkan bahwa tuduhan terhadap Benny bermotif politik dan penyalahgunaan wewenang.
Setelah Interpol menghapus red notice dari basis data mereka, Jago Russell, Pemimpin Eksekutif Fair Trials International menyatakan, "Interpol harus digunakan untuk memerangi kejahatan serius. Tetapi Indonesia telah menyalahgunakannya untuk mengancam seorang aktivis politik yang damai." Terbukti klaim Russel itu salah besar. Karena "aktivis politik yang damai" itu menurut pemerintah Indonesia telah mendalangikerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Setelah tiba di Inggris, Benny menjadi corong utama untuk Kampanye Papua Merdeka Barat, yang didirikan pada 2004 oleh sekelompok aktivis pro-Papua di Oxford. Gerakan Kampanye Papua Merdeka Barat di Inggris telah berkembang dengan memasukkan kelompok mahasiswa permanen di universitas dan kelompok regional Inggris, serta kantor permanen di Oxford, Den Haag dan Port Moresby.
Pada Februari 2013, Benny melakukan 'Freedom Tour' ke Amerika, Selandia Baru, Australia, Papua Nugini, dan Vanuatu, dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan masalah penentuan nasib sendiri. Dia dicekal untuk pidato di parlemen nasional Selandia Baru.
Pada April 2013, Benny bergabung dengan Mohammed Abassi, Walikota Lord Oxford, dan anggota parlemen lokal Andrew Smith untuk membuka markas baru untuk Kampanye Papua Merdeka Barat. Pada Mei 2013, Benny berbicara di Gedung Opera Sydney. Bersama anggota parlemen Inggris Andrew Smith, dan Richard Harries, Benny Wenda adalah anggota pendiri Parlemen Internasional untuk Papua Barat. Kelompok ini secara aktif mangais dukungan dari politisi di seluruh dunia, untuk menekan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melaksanakan kembali pelaksanaan Act of Free Choice.
Polisi mengatakan bahwa kerusuhan Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu untuk mencuri perhatian dunia. Sikap pemerintah Indonesia yang cukup sabar menghadapi kerusuhan Papua dan Papua Barat menjadikan upaya untuk mencuri perhatian dunia itu sampai saat ini tidak berhasil.