Jakarta, Gatra.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menangkap 91 kapal terkait Illegal, Unregulated, Unregulated (IUU) Fishing hingga 8 September 2019. Dari 91 kapal tersebut, sebanyak 43 berasal dari Indonesia; 18 dari Vietnam; 18 dari Malaysia; dan 11 dari Filipina. Oleh karena itu, IUU Fishing masih menjadi ancaman bagi sumber daya perikanan Indonesia.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, mengatakan, pengawasan dan anggaran harus diperkuat untuk menekan aktivitas IUU Fishing.
“Dari segi aturan sudah cukup, tapi implementasinya masih menjadi tantangan. Salah satu contohnya tingkat pengawasan kita masih sangat minim. Anggaran dibanding kebutuhan masih sangat timpang,” ujarnya kepada Gatra.com pada Senin (9/9).
Baca juga: Atasi IUU Fishing, Menteri Susi: Perlu Komitmen dan Aksi
Selain itu, koordinasi antarlembaga juga perlu ditingkatkan untuk melakukan upaya pengawasan dan penergakkan hukum. Pemerintah harus waspada terhadap potensi IUU Fishing dari negara-negara tetangga. Pasalnya, negara-negara tetangga perairan Indonesia seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand mulai kesulitan mendapatkan ikan di perairan teritorial mereka.
“Vietnam, Filipina, dan Thailand mendapat kartu kuning [dari Uni Eropa]. Selain praktik penangkapan mereka yang belum berkelajutan, mereka mendapat tanggung jawab kaitannya dengan pemenuhan HAM. Praktik-praktik ini mendorong mereka masuk ke perairan di luar perairan merkea. Malaysia juga sama,” ungkapnya.
Filipina sedang membenahi tata kelola perikanannya melalui perubahan wilayah perikanan dari 11 menjadi 12 karena terjadi penangkapan ikan secara berlebihan (overfishing).
Adapun Thailand, sedang menghadapi penggunaan pukat harimau (trawl) dan sedang gencar melakukan investasi perikanan di luar negeri. Sedangkan Vietnam dan Malaysia kerap membawa kapal patroli untuk mengawal kapal-kapal ikannya.
“Perlu didorong agar nelayan kita bisa mengelola perairan kita. Jangan hanya di pelelangan tapi didorong bagaimaan bisa keluar hingga ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif),” ujarnya.
Selain ditenggelamkan, sebagian kapal-kapal yang ditangkap masuk ke dalam mekainsme lelang. Namun, kapal-kapal tersebut kerap kali kembali kepada para pelaku IUU Fishing sebagaimana dikeluhkan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti. Halim melihat proses lelang rentan dimasuki mafia perikanan.
“Jalan keluarnya pengadilan berkomunikasi dengan KKP dan mengidentifikasi organsisasi-organisasi nelayan yang sudah berbadan hukum dan tidak terbukti memiliki jejak melanggar hukum terkait IUU fishing bisa diikutkan dalam proses lelang,” katanya.
Baca juga: Menteri Susi Waspadai Illegal Fishing di Laut Lepas
Halim menyarankan, KKP dan Kementerian Keuangan menyusun mekanisme pembelian kapal lelang yang memungkinkan nelayan rakyat untuk dapat memilikinya.
Selain itu, Halim beranggapan pelaku usaha perikanan masih banyak yang menghindari pajak dengan tidak mencatat seluruh hasil perikanannya, sehingga berpotensi adanya kehilangan pendapatan negara. Ia mencontohkan dimatikannya Fleet Management System (FMS) kapal ketika melaut.
“Hal yang harus dilakukan adalah bagaimana kolaborasi antara pemeritnah dan pelaku usaha, salah satunya ada forum dialog sebanyak mungkin. Kedua belah pihak harus terbuka karena sama-sama merah putih perlu jalan keluar bersama,” ujarnya.