Jakarta, Gatra.com - Jumlah perempuan di parlemen dinilai hanya sebatas upaya untuk pemenuhan kuota saja. Hal tersebut diungkapkan salah seorang peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil. Menurut dia, itu dapat dilihat dari tidak imbangnya jumlah calon legislator perempuan dengan jumlah perempuan itu sendiri yang duduk di kursi parlemen.
"Harusnya kita lebih jauh lagi mendorong eksistensi atau keterwakilan perempuan. Bukan hanya sekadar proses pencalonan," kata Fadli saat ditemui di Cikini, Jakarta, Minggu (8/9).
Meski begitu, pihaknya tetap mengapresiasi angka keterwakilan perempuan di parlemen yang cenderung meningkat setiap pemilihan umum (Pemilu). Walau tidak signifikan, tapi hasil tersebut dapat dijadikan sebagai langkah awal eksistensi perempuan di parlemen.
Baca Juga: Perludem Dorong Perempuan Peroleh Jabatan di Legislatif
Sementara itu, Direktur Eksekutif Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KODE), Veri Junaidi menuturkan, angka keterwakilan perempuan di parlemen seharusnya bisa lebih tinggi daripada hasil yang ada sekarang. Caranya dengan meningkatkan keterlibatan perempuan-perempuan yang telah memiliki kursi di parlemen itu sendiri.
Selain itu, kelompok-kelompok yang peduli terhadap keterwakilan perempuan di parlemen juga perlu mengoptimalkan pengawasannya kepada calon-calon legislatif perempuan. Karena, menurut Veri, hingga saat ini masih banyak kecurangan-kecurangan yang diakukan oleh caleg perempuan dalam proses Pemilu. Sehingga dapat mencoreng nama caleg-caleg perempuan itu sendiri.
"Berdasarkan riset KODE Inisiatif, kami menilai, kalau kita baca putusan di MK dalam konteks sengketa Pileg, itu banyak juga caleg permpuan yang maju sengketa. Jumlahnya juga meningkat dibanding periode yang sebelumnya," ujar Veri.