Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mulai menginisiasi kegiatan pilot project pengembangan kawasan untuk perbenihan jagung berbasis korporasi petani pada tahun ini.
Penguatan kelembagaan kawasan korporasi dilakukan melalui pengawalan, pembinaan, dan pendampingan dalam teknik produksi benih jagung, bantuan sarana produksi, alat mesin pertanian (alsintan), infrastruktur, dan akses pasar.
Salah satunya lokasi pilot project yang dikunjungi Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi, bersama Direktur Perbenihan, M. Takdir Mulyadi, di Desa Jatirogo, Kabupaten Tuban, pada Sabtu kemarin (7/9).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam keterangan tertulis, Minggu (8/9), menargetkan pelaksanakan kegiatan pilot project pengembangan kawasan jagung hibrida untuk penangkaran benih berbasis korporasi petani di Tuban untuk tahap awal seluas 89,6 hektare (ha) dari target nasional seluas 1.175 ha.
Baca juga: Korporasi Petani dan Realisasi Desa Mandiri Benih Jagung
Dari total seluas 1.175 ha itu berada di tiga kabupaten yakni Tuban 675 ha, Tanah Laut, Kalimantan Selatan )(Kalsel) 250 ha, dan Lampung Timur 250 ha.
"Berbeda halnya korporasi jagung di Kabupaten Lebak, Banten, bukan untuk penangkaran tapi untuk konsumsi seluas 1.000 hektare. Pelaksanaan Korporasi perbenihan ini akan terlaksana dengan 3 tahap selama 5 tahun," ungkap Suwandi.
Dalam kunjungannya ini, Suwandi menyaksikan dan mengapresiasi jerih payah yang dilakukan kelompok tani Kabupaten Tuban. Menurutnya, kegiatan percontohan ini dimaksudkan untuk merangsang kelembagaan ekonomi petani agar bisa mengelola bisnis usaha tani, penangkaran benih jagung hibrida secara mandiri dan juga dapat meningkatkan produksi benih nasional secara berkelanjutan.
“Setelah ini, jika berhasil kita terapkan di beberapa kawasan lain untuk mereplikasi kegiatan perbenihan jagung hibrida berbasis korporasi petani kedepan,” ucapnya.
Pola Pengembangan Benih Jagung
Pada kunjungan ini, Bahtiar dari Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, menjelaskan teknologi paling tinggi untuk perbenihan diistilahkan dengan nama hibridisasi. Artinya, mempertemukan 2 tetua yang berbeda. Intinya, semakin jauh hubungan kekerabatan tetua, maka semakin bagus hasilnya, atau jika tidak ada kekerabatannya maka semakin baik hasilnya.
Ketua Kelompok Tani Gembang Makmur, Sarwito, mengungkapkan, sebenarnya penangkar benih jagung ini awalnya tidak percaya dalam kondisi kemarau ekstrem bisa tetap berproduksi. Itulah yang selalu timbul di benak petani, namun lewat dorongan, penjelasan, dan pendampingan, petani justru merasa mantap.
"Apalagi pada waktu itu juga teman-teman kelompoktani memberikan dukungan. Kami langsung menyepakati siap melaksanakan program pemerintah penangkaran benih walaupun kondisi yang seperti ini,” ungkapnya.
“Kalau saya bilang musim cuaca yang ekstrem, namun teman teman para penangkar benih benar-benar siap untuk melaksanakan dengan kondisi lapangan seperti ini Pak," ujar Sarwito
Perlu diketahui, kebutuhan benih jagung di Tuban meningkat signifikan setiap tahunnya. Provitas jagung hibrida tahun 2017 mengalami kenaikan dari 5,39 ton per hektare menjadi 5,58 ton per hektare pada tahun 2018.
Untuk itu, Direktur Perbenihan Tanaman Pangan, Takdir Mulyadi, mengharapkan dengan dilaksanakan percepatan gerakan tanam perbenihan jagung hibrida berbasis korporasi, Provinsi Jawa Timur nantinya dapat memenuhi kebutuhan benih jagung hibrida untuk wilayahnya (insitu) dan bisa memangkas biaya produksi serta meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.
"Luas jagung korporasi di Tuban saat ini sudah tertanam 89,6 hektare dari target 675 hektare. Varietasnya semua petani memakai Nasa 29, untuk panennya rencana di bulan Oktober dan November ini," kata Takdir.
Takdir menyebutkan, analisa usahatani penangkaran benih jagung hibrida lebih menguntungkan, jika dibandingkan dengan jagung hibrida konsumsi. Faktanya, dengan biaya produksi calon benih Rp7,2 juta per hektare akan diperoleh hasil 5 ton per hektare.
Baca juga: Dewan Jagung Nasional Usulkan Strategi Pemanfaatan Jagung
"Harga jual calon benih Rp6.000 per kg sehingga perkiraan pendapatan Rp22,8 juta per hektare," katanya.
Ia menambahkan, sedangkan untuk benih konsumsi dengan biaya produksi Rp8,2 juta per hektare akan diperoleh hasil 7 ton per hektare. Harga jual jagung konsumsi Rp3.000 per hektare sehingga perkiraan pendapatan sekitar Rp12,8 juta per hektare, sehingga ada selisih pendapatan perbenihan Rp10 juta per hektare lebih tinggi.
"Harapan ke depan, Kabupaten Tuban dapat memenuhi ketersediaan benih jagung hibrida di wilayah Jawa dan sekitarnya secara mandiri dan berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir yang dikelola dalam bentuk kelembagaan koperasi petani," ungkapnya.
Pada kunjungan ini, turut dilakukan penyerahkan bantuan pompa air dari PT Tunas Widji Inti Nayottama (TWINN) kepada 3 kelompok tani yang ada di Kecamatan Jatirogo yakni Kelompok Tani Sekar Arum, Kelompok Tani Gembang Makmur, dan Kelompok Tani Kedung Tani.