Jakarta, Gatra.com - Pemerintah telah menetapkan Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota baru. Nantinya kota tersebut akan diproyeksikan menjadi forest city atau kota hutan.
Menurut Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna, ada 3 aspek penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan konsep Forest City terhadap Ibu Kota baru di Kalimantan Timur. Pertama, memperhatikan aspek existing kondisinya. Jika wilayah yang dijadikan Ibu Kota merupakan kawasan perhutanan, maka kondisi hutannya harus dipertahankan.
Kalau pun ada hutan yang dibuka untuk pembangunan, maka harus dibuat kawasan terbuka sebagai penggantinya. "Harus diliat apakah dari kondisi hutan yang di sana itu ada hutan yang tidak rusak jika dijadikan tambang, nah itu yang mungkin harus dimanfaatkan terlebih dahulu, agar tidak banyak merusak kondisi alaminya," kata Yayat saat dihubungi Gatra.com, Sabtu (7/9).
Aspek kedua adalah mempertahankan kemampuan wilayah dalam meresap air. Yayat mencontohkan Ibu Kota Singapura yang tidak memiliki sumber daya air. Namun, mereka mampu menambah kemampuan kotanya dalam meresap dan menyimpan air hujan. Maka, jangan sampai pembangunan Ibu Kota di Kalimantan Timur malah justru merusak ekosistem.
"Jadi kalo misalnya kota itu tidak punya kemampuan meresap air, bagaimana mempertahankan sumber daya air yang ada disitu supaya tetap bertahan?" ucapnya.
Ketiga, Yayat mengatakan bahwa penting untuk merancang masterplan yang jelas dalam pembangunan Ibu Kota baru dengan konsep Forest City. Jangan sampai ada bangunan-bangunan liar atau bangunan tambahan yang dibuat tanpa memperhatikan kondisi alamiah wilayah Kalimantan.
Dalam perencanaan tersebut harus jelas kawasan mana yang didorong untuk pembangunan atau revitalisasi dan kawasan mana yang sama sekali tak boleh diubah atau dibiarkan berfungsi sebagai hutan lindung.
"Jadi dengan mempertahankan aspek-aspek itulah kita belajar untuk tidak jor-joran dan tidak membangun sesuka kita, justru dia menjadi alat pengendali," ujarnya.