Pontianak, Gatra.com - Produk kratom memang menjadi polemik, tidak hanya di Indonesia, namun juga di manca negara. Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menegaskan tidak ada pelarangan kratom hingga saat ini. Sutarmidji menjelaskan potensi kratom sangat besar dan bisa menjadi alternatif penghasilan bagi warga Kalbar khususnya masyarakat yang berada di daerah Kapuas Hulu.
Dirinya berharap kratom tidak dilarang, dan dijadikan komoditas tanaman obat-obatan yang mampu memberikan penghasilan pada masyarakat. "Namun tetap sesuai koridor dan ketentuan yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah pusat melalui instansi yang berwenang untuk mengatur dan membina," kata Sutarmidji, beberapa waktu lalu.
Nah, potensi Kratom inilah yang dipamerkan undangan dari Kapuas Hulu pada Presiden Jokowi, Kamis, 5 September 2019. Dan Jokowi pun terpikat, dan berharap kratom bisa menjadi komoditas yang bisa menyejahterakan masyarakat. Seperti apa kratom itu?
Kratom (Mitragyna speciosa) adalah pohon hijau yang dapat tumbuh hingga ketinggian 25 meter (82 kaki). Batangnya dapat tumbuh dengan diameter 0,9 meter (3 kaki). Batangnya umumnya lurus, dan kulit bagian luarnya halus dan berwarna abu-abu. Daunnya berwarna hijau tua dan mengkilap, dapat tumbuh memanjang 14 hingga 20 centimeter. Dan lebarnya, 7 hingga 12 centimeter ketika terbuka penuh.
Mitragyna speciosa pertama kali dideskripsikan secara resmi oleh ahli botani Belanda, Pieter Korthals pada 1839. Namanya diubah dan direklasifikasi beberapa kali sebelum George Darby Haviland memberikan nama akhir dan klasifikasi pada 1859.
Drug Enforcement Administration (DEA) Amerika pada 2013 menyatakan: "Tidak ada penggunaan medis yang sah untuk kratom". Kratom telah menjadi populer sebagai obat rekreasi dan telah dipromosikan dengan klaim bahwa itu dapat menentramkan suasana hati, menghilangkan rasa sakit, dan membantu para pecandu opiat .
Di Thailand, survei 2007 menemukan bahwa prevalensi penggunaan kratom seumur hidup (2,32%), tahun lalu (0,81%), dan 30 hari terakhir ( 0,57%). Responden berusia 12-65 tahun. Ini menjadikan kratom obat yang paling banyak digunakan di Thailand. Kratom telah digunakan dalam pengobatan tradisional . Daun dikunyah untuk meredakan nyeri, meningkatkan energi, nafsu makan, dan hasrat seksual dengan cara yang mirip dengan khat dan coca.
Daun atau ekstraknya digunakan untuk menyembuhkan luka dan sebagai bius lokal. Ekstrak dan daun telah digunakan untuk mengobati batuk, diare, dan infeksi usus. Juga digunakan sebagai obat cacingan di Thailand. Kratom sering digunakan oleh pekerja untuk mencegah kelelahan dan penghilang rasa sakit.
Di Thailand, kratom "digunakan sebagai makanan ringan untuk menerima tamu, dan bagian dari ritual memuja leluhur dan dewa". Ramuan ini sangat pahit dan umumnya dikombinasikan dengan pemanis. Pada 2016, kratom tidak disetujui untuk penggunaan medis lainnya. (Bersambung)