Mataram, Gatra.com- Merebaknya rokok elektrik atau vape di Nusa Tenggara Barat, menjadi ancaman kebangkrutan para petani tembakau NTB. Padahal wilayah tersebut menjadi produsen tembakau terbesar di Indonesia.
Ketua Serikat Tani Nasional (STN) NTB, Irfan mengkritisi pertumbuhan rokok elektrik di tengah situasi yang liberal. Bukan hanya menguntungka negara dan pemerintah daerah, tetapi juga memangkas kebutuhan pasar tembakau.
"Penyebab rokok elektrik ini, berdampak pada permintaan pasar tembakau yang terus menurun. Produktivitas petani tembakau dan ancaman TKI/TKW ke luar negeri akan semakin membengkak. Utamanya di NTB," kata Irfan, di Mataram, Jumat (6/9).
Menurutnya, tembakau virginia Lombok dikenal sebagai tembakau terbaik di dunia, selain tembakau virginia Brazil. Produksi tembakau virginia Lombok menjadi penyumbang terbesar kebutuhan industri rokok nasional. Angkanya mencapai 80% dari kebutuhan.
"Petani kebanyakan berutang untuk menanam tembakau. Apabila ada persaingan yang membuat pasar rusak, dan utang petani tembakau tidak mampu dibayar, maka jalan satu-satunya, menjadi buruh migran ke luar negeri. Mereka akan menjadi TKI demi menutup hutang. Ini kan sering terjadi,"katanya.
Irfan menambahkan, dari sisi pendapatan negara dan daerah, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) juga cukup tinggi. Hanya saja, dana yang diterima NTB tidak seluruhnya kembali untuk meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan petani tembakau. Namun, justru disalurkan untuk sektor lainnya di sejumlah Kabupaten/Kota di NTB.
“Seperti diketahui DBHCHT yang diperoleh NTB terus mengalami peningkatan. Pada 2018, DBHCHT yang diperoleh NTB dari pemerintah pusat sebesar Rp248,8 miliar lebih. Meningkat menjadi Rp295,6 miliar lebih di tahun 2019 ini. Petani berharap, dana ratusan miliar yang digelontorkan pemerintah pusat tersebut diperbanyak untuk menyentuh petani tembakau yang ada di NTB," tuturnya.
Irfan berujar, masuk dan masifnya rokok elektrik, lambat laun akan berdampak kepada penurunan capaian hasil cukai tembakau nasional. Selain itu, secara sosial, rokok elektrik ini semakin memperlebar strata sosial. Seakan terdapat kelas eksklusif di tengah ketimpangan yang sangat tinggi di kehidupan sosial. Di sisi kesehatan, rokok elektrik ini mengancam kesehatan penggunanya.
Pimpinan Ponpes Nurul Madinah NU Kuripan Lombok Barat, TGH Subki Al Sasaki menuturkan, rokok elektrik menjadi bagian dari perkembangan teknologi. Secara nyata, memiliki dua sisi yang terkadang berlawanan.
"Di satu sisi, teknologi ini bagus, misalnya teknologi komunikasi yang makin berkembang. Namun, di lain sisi, misalnya rokok elektrik, ini kan justru membentangkan problematika yang belum tuntas. Kondisi ini, dialami oleh petani tembakau yang ada di NTB yang kini harus berhadapan dengan rokok elekrik yang sedang menjadi trend di kalangan millenials. Rokok elektrik merambah ke semua pasar dan dijadikan gaya kini dalam pergaulan,” ujarnya.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) NTB, Sawaludin menegaskan, di saat petani tembakau di Lombok meraih produksi yang melimpah. Ternyata serapan pasar sangat kurang. Hal ini diduga adanya praktik permainan oknum perusahaan gudang tembakau yang ada.
"Saya berani katakan itu karena saya juga petani tembakau. Lahan saya 12 hektare dan ada 4 oven tembakau. Saya bisa merasakan benar bagaimana kesulitan petani kita," ujarnya kemudian.
Menurut Awenk, panggilan akrabnya untuk mengatasi masalah ini Pemprov NTB harus berani menarik investor masuk untuk membangun pabrik rokok di Lombok ini. Industrialisasi yang digaungkan dalam program Pemprov NTB, jangan sekadar industri kecil berbasis UMKM, tetapi harus lebih besar.
"Untuk tembakau, kita jelas sudah ada potensi. Sekarang bagaimana Pemprov bisa mengajak para investor untuk membangun pabrik rokok di Lombok. Supaya mata rantai pemasaran dan distribusi ini tidak terlalu panjang," tuturnya.
Awenk menyebut, rokok elektrik memang sangat mengganggu petani tembakau, ini juga harus ditekan. Setelah itu harus ada rumusan-rumusan kongkrit jangka panjang untuk menyelesaikan masalah pertembakauan ini. Salah satu solusinya dengan membangun pabrik rokok di Lombok,"katanya.