Home Politik Ulama: Pilih Pimpinan KPK, DPR Harus Kesampingkan Politik

Ulama: Pilih Pimpinan KPK, DPR Harus Kesampingkan Politik

Sleman, Gatra.com - Ulama yang juga mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma'arif meminta Komisi III DPR RI mengesampingkan kepentingan politik saat memilih pimpinan KPK periode 2019-2023. 
 
"Nanti yang milih kan Komisi III. Jangan mementingkan politik sesaat. Betul-betul yang dipilih orang yang dipercayai melawan korupsi," kata Syafii saat ditemui di Masjid Nogotirto, di dekat rumahnya di Gamping, Sleman, DIY, Jumat (6/9) siang. 
 
Syafii mengatakan memang sulit mendapat pimpinan KPK yang sesuai harapan. "Tapi ya memang repot karena yang banyak terlibat para politisi. Pentingkan negara dan bangsa, bukan mementingkan golongan, pribadi, bukan yang lain-lain," kata Buya, sapaan akrabnya.
 
Buya bilang tidak mengetahui rekam jejak sepuluh capim KPK dari pansel yang telah disetujui Presiden Joko Widodo dan diserahkan ke DPR. Ia hanya berharap Komisi III DPR RI memilih pimpinan KPK yang terbaik. "Pilih yang terbaik. Saya tidak tahu betul apakah semua baik atau tidak," ucapnya. 
 
Pansel capim KPK telah memberikan sepuluh nama capim KPK ke Presiden Jokowi. Namun muncul desakan agar para capim itu dikoreksi, termasuk dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM.
 
Peneliti Pukat UGM Zaenurrohman mengatakan, jika Presiden Jokowi memaksakan diri mengirim sepuluh nama capim KPK ke DPR, langkah itu menunjukkan kepemimpinan Jokowi selanjutnya tidak punya komitmen pemberantasan korupsi.
 
Menurutnya, pimpinan KPK yang akan datang tidak memiliki standar tinggi dalam pemberantasan korupsi. Apalagi sejumlah capim memiliki catatan-catatan etik seperti Firly Bahuri yang pernah bertugas di divisi penindakan KPK. Pukat juga menyoroti sikap dan pernyataan beberapa capim ketika menjawab pertanyaan Pansel dalam tahap wawancara dan uji publik. 
 
Contohnya ada capim yang mengatakan tidak akan melakukan penindakan terhadap polisi dan jaksa jika terpilih. Ada pula yang mengatakan tidak bersemangat menindak polisi dan jaksa karena khawatir menimbulkan friksi penegak hukum.
 
"Kalau tidak mengoreksi atau mengganti dengan calon lain yang tidak ada catatan atau sedikit catatannya, artinya Presiden tidak mempunyai komitmen pemberantasan korupsi," ucapnya.
107