Home Politik YLBHI: Pemerintah Tak Terlibat Selesaikan Konflik Agraria

YLBHI: Pemerintah Tak Terlibat Selesaikan Konflik Agraria

Jakarta, Gatra.com - Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Siti Rakhma Mary Herwati, mencatat berdasarkan Laporan Akhir Tahun dan HAM YLBHI 2018 sebanyak 300 kasus konflik agraria. 

Hal itu terjadi akibatkan  perampasan-perampasan lahan masyarakat untuk pembangunan perkebunan, industri kehutanan, pertambangan, Taman Nasional, dan pembangunan infrastruktur.

"Sebanyak 300 kasus tersebut terjadi di 16 provinsi dan berpotensi menimbulkan masalah lanjutan seperti hancurnya ruang hidup, rusaknya lingkungan, penyiksaan, pembunuhan, kriminalisasi, dan berbagai macam pelanggaran HAM lainnya," ujarnya dalam Media Briefing tentang RUU Pertanahan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (6/9).

Timbulnya konflik tersebut, menurutnya,  karena tidak adanya lembaga pemerintah yang melaksanakan kewajibannya dengan benar, keberpihakan pemerintah kepada pemilik modal, dan masyarakat yang tidak dilibatkan dalam proses penyelesaian konflik.

Ia juga menyatakan, Kementerian ATR/BPN, KLHK, Kementerian ESDM, dan Kementerian BUMN sebagai pelaku dalam kasus-kasus konflik agraria. "Pengaduan dan protes-protes masyarakat ke instansi seperti Kementerian ATR/BPN, KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN tak banyak berguna, sebab instansi tersebut terlibat sebagai pelaku dalam konflik agraria," katanya

Karena itulah, menurut Siti, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan tidak akan menyelesaikan konflik agraria seperti yang diberitakan. Sebaliknya, RUU Pertanahan memberikan hak pengelolaan kepada korporasi dengan kewenangan sangat besar untuk melakukan tindakan hukum di atas hak pengelolaan tersebut, termasuk memberikan HGU di atasnya.

"RUU ini memberikan ruang lebar bagi korporasi untuk menguasai tanah melalui baik lembaga pengelola tanah maupun hak pengelolaan. Perancang undang-undang membuat seolah-olah ada masyarakat adat yang perlu dilindungi di dalam UU ini, maka diberikanlah hak ulayat kepada masyarakat adat yang ditetapkan melalui perda," katanya.

 

175