Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, asumsi harga minyak Indonesia (ICP) mengalami perubahan dibandingkan nota keuangan yang dibacakan Presiden Jokowi pada 16 Agustus lalu, dari semula US$65 barel per hari menjadi US$63 barel per hari.
Dengan perubahan asumsi dasar ini, terjadi perubahan di dalam postur RAPBN 2020, semisal kenaikan pendapatan negara sebesar Rp11,6 trilyun.
Rinciannya, kata Sri Mulyani, terdiri dari penerimaan perpajakan yang meningkat sebesar Rp 3,9 trilyun. "Terdiri Rp 2,4 trilyun akibat penurunan ICP, peningkatan lifting dan penurunan cost recovery. Menyebabkan net efeknya, tambahan PPh Migas 2,4 trilyun," kata Menkeu saat membacakan laporan pemerintah di Banggar, di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (6/9).
Sementara itu, kata Sri Mulyani, untuk pajak bumi dan bangunan (PBB) ditargetkan Rp 300 milyar lebih melalui ekstra effort, dan hasil cukai tembakau (HCT) akan dinaikan targetnya menjadi 1,2 trilyun. "Jadi total ada peningkatan Rp 3,9 trilyun," ucapnya.
Sedangkan dari PNBP, dengan adanya perubahan asumsi tersebut, Sri Mulyani mengemukakan, akan ada beberapa implikasi, seperti PNBP sumber daya minyak akan naik Rp6 trilyun, sumber daya alam gas akan naik Rp700 milyar dan dari DMO akan ada kenaikan Rp15,9 milyar. Lalu, kenaikan kekayaan negara dipisahkan (KND) dalam bentuk deviden ada kenaikan extra effort Rp1 trilyun.
"Dengan demikian, total PNBP secara netto ada kenaikan Rp7,7 trilyun. Sehingga di dalam postur RAPBN 2020 terjadi kenaikan negara sebesar 19,6 trilyun," pungkasnya.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menegaskan,pendapatan negara naik menjadi Rp 2.233,2 atau naik Rp 11,6 trilyun dari Rp 2.221,5 trilyun. Perpajakan akan naik menjadi Rp1.865,7 trilyun dari semula Rp1.861,8 trilyun atau naik Rp 3,9 trilyun. PNBP akan mengalami kenaikan Rp 7,3 trilyun menjadi Rp 363 trilyun dari Rp 359 trilyun.
"Terutama dari SDA Migas yang naik Rp6,7 trilyun dan KND sebesar Rp1 trilyun. Dari sisi belanja ada kanaikan dari Rp2.508,8 trilyun dari diusulkan awal oleh Pemerintah menjadi Rp 2.540,4 trilyun," kata Menkeu.