Jakarta, Gatra.com - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bersama Koalisi Seni Indonesia (KSI) menggelar diskusi publik "Cultural Economics Forum: Bagaimana Ekonomi Berbasis Kebudayaan Bisa Memajukan Pembangunan Manusia Indonesia?" di Auditorium CSIS, Jakarta (5/8) yang menyoroti ekonomi berbasis kebudayaan.
"Acara ini menunjukkan potensi Indonesia. Kekayaan kultural kita itu juga merupakan sumber daya juga untuk kemajuan. Selama ini mungkin kita baru mulai, terutama sejak lima atau sepuluh tahun terakhir. Ada banyak sekali PR yang perlu dikerjakan," ujar Peneliti CSIS Phillips Vermonte.
Phillips mengatakan, bagaimana kekayaan kultural Indonesia di setiap daerah bisa dijaga dan dipelihara, tetapi sekaligus juga bisa digunakan untuk pembangunan.
Lanjutnya, produk kebudayaan tidak hanya soal seniman yang memproduksi karya, tetapi ada ekosistem yang harus dibangun. Itu melibatkan banyak pihak baik pemerintah maupun komunitas seni. Selain itu, menyangkut beberapa aspek lain seperti legal, infrastruktur, dan kebijakan.
Aspek kebijakan, kata Phillipe, menjadi sorotan CSIS. Sebagai lembaga riset yang berbasis pada kebijakan publik, CSIS akan mengupayakan bagaimana agar ekosistem tersebut bisa bergerak. "Bagaimana regulasi, pembiayaan, dan hal-hal yang terkait kebijakan," tambahnya.
Para pengambil kebijakan juga harus menguasai literasi tentang kebudayaan. "Agar dia bisa menghasilkan kebijakan yang memberi ruang pada kebudayaan. Demikian, semakin banyak orang yang terlibat akan semakin baik. Ada lembaga riset, universitas dan komunitas seni di daerah. Ini menyangkut dari hulu sampai hilir," jelasnya.
Dana abadi kebudayaan telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Negara menggelontorkan Rp5 triliun, yang akan dimulai pada periode mendatang. Terutama untuk menghidupi berbagai kegiatan dan pengkaryaan dalam konteks berbagai produk budaya dan seni.