Jakarta, Gatra.com - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, dana abadi kebudayaan yang digelontorkan pemerintah periode mendatang, akan bisa memaksimalkan ekosistem kebudayaan di Indonesia. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 dan mulai berjalan tahun depan.
Ia melanjutkan, pembiayaan yang diberikan pemerintah pada dasarnya bersifat intangible. Artinya, manfaat daripada pendanaan ini tidak bisa langsung dirasakan.
"Jangan harap ekonomi berbasis kebudayaan ini bisa berkembang kalau kita masih mikir untung-rugi di awal. Ekonomi berbasis kebudayaan (Cultural Economy) sangat berbeda dari konsep ekonomi kreatif (Creative Economy)," kata Hilmar, Kamis (5/8).
Hilmar mengatakan, ekonomi kreatif merupakan produksi barang yang berlandaskan inovasi dan kreativitas. Oleh karena itu, cultural ekonomi lebih kepada kebutuhan masyarakat terhadap makna dan estetika dari mutu seni. Misalnya, ia melanjutkan puisi eksperimental.
"Siapa yang mau beli secara jor-joran? Namun tanpa puisi eksperimental ini, kita enggak bisa membayangkan pengolahan dari naskah klasik. Kita menjadi sesuatu yang baru," tuturnya.
Acara atau kesenian semacam itu, lanjutnya, tidak akan dihadiri penonton. Namun, itulah tujuan dari dana abadi kebudayaan untuk menghidupkan apa yang mereka lakukan. "Dana abadi untuk membiayai yang tidak mungkin dibiayai," tegasnya.