Jakarta, Gatra.com - Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Dr. Aries Harianto, mengatakan, suka atau tidak putusan hukum perkara terpidana Heri Budiawan atau Budi Pego harus dieksekusi karena sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Aries dihubungi Gatra.com, Rabu (4/9), menyampaikan, putusan tersebut harus dilaksanakan meskipun sejumlah pihak di luar pengadilan menilai bahwa perkara yang membelit yang bersangkutan itu janggal bahkan kriminalisasi.
"Meski asumsi orang menilai janggal, tapi tidak satu pun mereka punya otoritas membatalkan," ujarnya.
Menurut Aries, dalam sistem hukum dikenal asas Res Judicata Pro Veritate Habetur yakni setiap putusan pengadilan adalah sah atau wajib dianggap benar terkecuali pengadilan lebih tinggi membatalkan putusan tersebut.
Baca juga: Pakar Hukum: Putusan Kasus Budi Pego Serampangan
Jika Mahkamah Agung (MA) atau tingkat kasasi sudah memutuskan bahwa Budi terbukti bersalah, maka yang bersangkutan sudah menjadi terpidana. Putusan MA tersebut bersifat absolut karena sudah dianggap final dan berkekuatan hukum tetap. "Artinya, bisa sebagai dasar terpidana menjalani hukuman," katanya.
Menurut Aries, meski sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap, tetapi terpidana masih bisa melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Upaya hukum selanjutnya untuk mencari keadilan ini bisa dilakukan setelah putusan kasasi dibacakan.
"Dengan kalimat lain, sejak pembacaan putusan, yang bersangkutan boleh mengajukan PK dan dibatasi cuma satu kali," katanya.
Jika terpidana mengajukan upaya hukum PK, maka putusan sebelumnya menjadi belum final dan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun demikian, upaya hukum ini tidak menghentikan eksekusi putusan tingkat kasasi untuk menunggu putusan PK.
"Logika hukumnya, sepanjang PK diajukan, terpidana tetap menjalani hukuman sesuai putusan MA hingga putusan PK diketahui hasilnya," kata dia.
Dengan demikian, lanjut Aries, jika yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan, maka jaksa penuntut umum atau jaksa eksekutor bisa melakukan upaya paksa untuk melaksanakan putusan inkracht. "Jaksa wajib melakukan upaya paksa," ujarnya.
Sesuai direktori putusan MA, Pengadilan Negeri Banyuwangi memvonis Heri Budiawan alis Budi Pego 10 bulan penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap negara.
Budi dinyatakan melakukan tindak pidana tersebut karena saat menolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, milik anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold, yakni PT Bumi Suksesindo (PT BSI) dan PT Damai Suksesindo (PT DSI), membuat spanduk bergambar palu arit atau menyebarkan ajaran komunisme.
Baca juga: Budi Pego, Menentang Tambang Emas Namun Dituduh Sebarkan Ajaran Komunis
Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, majelis menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi. Sedangkan di tingkat kasasi (MA), majelis memperberat hukuman yang bersangkutan menjadi 4 tahun penjara pada 16 Oktober 2018.
Pengadilan menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 107 a UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara.
Terkait putusan tersebut, Ahmad Rifai, kuasa hukum Budi, kepada wartawan beberapa waktu lalu menyampaikan, bahwa kliennya tidak terbukti menyebarkan paham terlarang sebagaimana di persidangan, spanduk berlambang partai tersebut tidak pernah ada. Tuduhan hanya berdasarkan cuplikan video. Pihaknya pun akan menggodok langkah hukum selanjutnya yakni PK.
Budi juga menyamapikan, tidak pernah terlibat melakukan perbuatan yang didakwakan. "Menyentuh aja enggak, ngomong masalah komunis juga enggak. Tapi saya dituduh menyebarkan ajaran komunis itu dari mana. Saya sendiri tidak mengerti komunis itu apa," ujarnya.