Jakarta, Gatra.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyebut ada 555.000 Uniform Resource Locator (URL) yang digunakan untuk menyebarkan hoaks selama konflik yang terjadi di Papua. Menteri Kominfo, Rudiantara, mengatakan, dari jumlah tersebut, pihaknya menemukan URL Twitter paling banyak digunakan.
"Paling banyak Twitter dan dari 555.000 [URL], akun asli posting yang mention itu ada 100.000 lebih," ujarnya di Gedung Kemkominfo, Jakarta, Selasa malam (3/9).
Baca juga: Marak Hoaks Provokatif, Polri Duga Asing 'Bermain' di Papua
Dari akun-akun tersebut, Rudi mengklaim bahwa pihaknya menemukan akun yang berasal dari luar negeri, yang didominasi dari salah satu negara di Eropa. Namun, Rudi enggan merincikannya lebih lanjut.
Kendati jumlah akun dari luar itu disebut tak sebanyak dibandingkan akun dari dalam negeri. "Saya katakan bukan dari warga negara tersebut, tapi dari [lokasi] negara tersebut, mention-nya kan bisa di-tracking," katanya.
Parameter konten dinyatakan hoaks, lanjut Rudi, saat unggahan atau informasi yang disebar tak hanya bersifat disinformasi, namun juga mengadu domba.
"Kalau disinformasi bisa kita counter bahwa ini tak benar, tapi yang paling bahaya adalah yang hasut dan adu domba,"ujarrnya.
Baca juga: Aliansi Minta Polisi Tangkap LSM Provokator Referendum Papua
Kemkominfo memiliki mekanisme dalam mengecap konten hoaks. Pihaknya juga melibatkan stakeholder lain. Rudi mencontohkan jenis konten yang dinyatakan hoaks dalam kerusuhan di Papua yakni beredar kabar ada satu orang meninggal dunia akibat pemukulan dari aparat Polri yakni mahasiswa Papua di Surabaya.
"Padahal ini saudara kita di Papua, Jayapura kecelakaan, tahun berapa yang lalu gitu. Ini kan jelas berita tidak benar," tandasnya.