Jakarta, Gatra.com - Indonesia Resources Studies (IRESS) menilai bahwa penggodokan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebaiknya tidak dilanjutkan. Pasalnya, sudah banyak kepentingan dari pengusaha kontraktor Pemegang Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang berusaha "mengakali" kontrak mereka yang sudah habis lewat RUU tersebut.
"Saya kira itu [RUU Minerba] sudah waktunya untuk tidak dilanjutkan. Karena di situ banyak kepentingan pengusaha kontraktor PKP2B, terutama yang kontraknya akan berakhir," sebut Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara saat ditemui di Aula Abdul Muis Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (3/9).
Sejumlah PKP2B tersebut dia katakan adalah kelompok yang menguasai sekitar 60% produksi nasional. Perusahaan-perusahaan yang dalam dua tahun ke depan kontraknya akan berakhir. "Yang ada itu mereka kan hanya mengakal-akalin supaya kontraktor yang ada sekarang berlanjut operasionalnya," kritik Marwan.
Baca Juga: Nasib Tambang di Area Ibu Kota Baru
Selain itu, pengamat energi tersebut juga mengatakan jika mengacu pada undang-undang, seharusnya kontrak yang sudah habis nantinya akan dilakukan tender oleh DPR atau pihak Pemerintah supaya bisa memberikan lahan tersebut ke BUMN. Walau kontraktor yang sudah ada dan mengelola, tentunya masih bisa ikut pengelolaan. Tapi dengan syarat berada dalam saham minoritas.
"Nah kalau mau patuh dengan konstitusi, mestinya dari yang sudah selesai kontraknya itu, oleh DPR dan pemerintah diserahkan ke holding BUMN tambang. Tentu dengan hitungan tidak asal memberikan. Karena di situ kan juga ada perusahaan yang sudah dimiliki publik sahamnya," imbuhnya.
Dia juga menitikberatkan pada aspek pengelolaan negara. Menurutnya, salah satu dampak belum maksimalnya pengelolaan mineral dan batubara bara di Indonesia dikarenakan pengelolaan di pihak BUMN masih minim. Pengelolaan saat ini masih didominasi swasta nasional dan asing. Ini yang menurutnya harus menjadi evaluasi dalam pengelolaan minerba negara kedepan.