Jakarta, Gatra.com - Komnas HAM menilai diputusnya koneksi internet di Papua dengan tujuan mencegah beredarnya kabar hoaks merupakan tindakan yang malah menimbulkan kesesatan.
Hal itu disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam. Menurutnya, pemutusan jalur komunikasi di Papua bukan solusi untuk meredam kerusuhan yang beberapa hari belakangan bahkan sempat mematikan aktivitas di Papua.
"Apakah memang kita mampu meredam ketegangan dengan ketidakpastian? Tidak ada teorinya," ujarnya saat ditemui di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (3/9).
Anam menuturkan, pemutusan jaringan komunikasi menjadi salah satu problem mendasar dalam konteks kebebasan mendapatkan informasi dan komunikasi. Ia mencontohkan pada kasus 21-23 Mei, saat pemerintah memutus jaringan komunikasi pada saat itu.
"Yang ada adalah meredam ketegangan dengan memberikan kepastian informasi, semua saluran dibuka. Bahwa ada orang tukang fitnah yang disebut hoaks, ya hoaksnya yang diperangin. Jadi, kalau ada tikus di lumbung padi jangan lumbungnya yang kita bakar, gak makan semua kita," katanya.
Menurut Anam, mencegah kerusuhan itu harus dengan menjawab keadilan dan kesejahteraan masyarakat Papua. Ia juga menyayangkan pemerintah yang memutus jaringan komunikasi ini, karena sebetulnya kabar hoaks harus dikonfirmasi kebenarannya melalui informasi dan komunikasi.
"Kalau ada hoaks bilang aja itu hoaks. Sisi negatif dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah ini adalah, apa yang baik yang dilakukan pemerintah tidak bisa disalurkan secara masif kepada masyarakat. Sehingga masyarakat yang di tengah kebingungan semakin bingung. Kalau saluran komunikasinya ditutup, bagaimana dia berkomunikasi banyak hal," ujar Anam.
Sebelumnya, akibat kerusuhan yang terjadi di Manokwari dan Fakfak, Papua Barat, terjadi aksi pembakaran dan perusakan fasilitas umum. Hal tersebut berbuntut pada ditutupnya akses internet di wilayah Papua dan Papua Barat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.