Home Politik Terlapor Tindakan Asusila Dewas BPJS, Tuntut Balik Korban

Terlapor Tindakan Asusila Dewas BPJS, Tuntut Balik Korban

Jakarta, Gatra.com - Kasus Perbuatan Asusila yang melibatkan mantan anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Syafri Andan Baharuddin (SAB) dengan mantan staf BPJS Ketenagakerjaan Rizky Amelia seolah tidak ada tindak lanjutnya. Bahkan SAB saat ini telah melaporkan RA dan juga orang yang membantu korban yaitu Ade Armando atas tuduhan pencemaran nama baik.

“Saya sudah dipanggil oleh kepolisian minggu lalu. Sementara untuk RA sudah dua kali dipanggil tapi berhalangan hadir karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan,” ungkap Ade pada jumpa pers di kawasan HOS Cokroaminoto, Jakarta, Selasa (3/9).

Sebelumnya, pada 11 Februari 2019, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang mengawasi BPJS sudah mengeluarkan hasil penyelidikan terhadap perilaku SAB. Dalam penyelidikan tersebut SAB, dinyatakan terbukti melakukan perbuatan maksiat terhadap RA.

Kasus Tindak Pidana Cabul yang menimpa RA sudah dilaporkan ke Bareskrim pada 3 Januari 2019 lalu. Pemeriksaan pertama pun sudah dilakukan pada 14 Maret 2019, yang kemudian dilanjutkan dengan serangkaian pemanggilan saksi.

Namun pada 6 Agustus 2019, polisi menyatakan laporan Tindak Pidana Cabul SAB diberhentikan dengan alasan belum terpenuhinya bukti permulaan yang cukup.

“Kemarin saat di kepolisian, pelaporan saya ini bahkan dilakukan juga oleh anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan lainnya yaitu Poempida Hidayatulloh. Sekarang begini, menurut saya tuduhan perbuatan maksiat atau cabul itu bukan hal yang berlebihan. Terlebih karena sudah ada keputusan dari DJSN yang memang fungsinya melakukan pengawasan ke BPJS,” ujar Ade.

Kuasa Hukum RA, Haris Azhar juga mempertanyakan apakah pihak kepolisian sudah berkoordinasi dengan DJSN atau belum. Haris mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah pidana secara prosedural, tetapi tidak dalam waktu dekat.

“Sekarang kami berharap dari Komnas Perempuan, dan juga Ombudsman. Kenapa Ombudsman? Kita sudah melaporkan DJSN ke Ombudsman terkait kenapa memutuskan berhenti menangani kasus ini,”

Haris mengatakan, alasan DJSN memberhentikan kasus tersebut karena SAB tidak lagi berstatus sebagai pegawai BPJS. Menurutnya, hal itu tidak dapat dibenarkan. Haris menilai, tidak ada UU di Indonesia yang pendekatannya kepada subjek, melainkan kepada peristiwa yang terjadi.

“UU di Indonesia itu tidak ada yang pendekatannya ke orang. Hanya di UU peradilan militer yang seperti itu. Peristiwanya dulu yang dilihat. Kalau terlapornya ini ASN, baru bisa pake mekanisme itu. Jadi DJSN tidak tepat memberhentikan kasus ini hanya karena Kepres sudah keluar,”ucap Haris.

374