Jakarta, Gatra.com – Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menyebutkan beberapa isu yang cukup krusial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dibahas pemerintah.
Anam mengapresiasi beberapa rekomendasi dari mekanisme internasional yang diakomodasi dalam RKUHP, seperti diaturnya tindak pidana penyiksaan dengan unsur yang terkandung dalam Pasal 1 CAT.
Dalam pasal itu disebutkan adanya definisi pemerkosaan dalam perkawinan, serta penggunaan gender neutral, dalam pengaturan tindak pidana. Menurutnya, hal itu menunjukkan adanya niat pemerintah untuk memosisikan RKUHP sebagai instrumen perlindungan HAM.
"Tapi, masih ada beberapa hal dan isu yang krusial yang perlu diperhatikan oleh Panitia Kerja (Panja) dan Tim Perumus RKUHP," ujar Anam saat diskusi di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (3/9).
Setidaknya, kata Anam, ada tujuh tema penting dalam RKUHP yang harus dicermati. Di antaranya terkait penegakan hukum di masyarakat, pidana mati, agama, kritik terhadap presiden dan wakil presiden, makar, kesusilaan, serta aturan terhadap eksistensi tindak pidana khusus dalam RKUHP.
"Perspektif yang kami gunakan adalah HAM, karena dinamika dalam pemidanaan menjadi bagian dan jantungnya HAM di dunia. Pertama, terkait apa yang disebut sebagai kejahatan. Kedua, bagaimana posisi kejahatan itu berhubungan dengan hak yang melekat pada manusia. Misal, apakah kritik kepada presiden itu kejahatan? Apakah tindakan privat yang tidak melibatkan orang lain itu apakah kejahatan atau tidak? Itu salah satu hal yang perlu kita lihat dalam perspektif manusia," katanya.
Menurut Anam, proses pembahasan RKUHP draf Agustus 2019 sudah mengakomodasi perubahan yang signifikan dalam perlindungan HAM, yang sangat memungkinkan untuk mengakomodasi beberapa catatan dan pemikiran perlindungan HAM yang belum diakomodasi.
"Komnas HAM mendesak agar dilakukan kembali review terhadap draf RKUHP tersebut dalam upaya menjaga, melindungi, dan menegakkan HAM di Indonesia," katanya.